Oleh : SURIKIN, S.Ag.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam hidup dan kehidupannya, manusia sejak zaman Nabi Adam hingga
sekarang saat berinteraksi dengan lingkungannya selalu menemui berbagai persoalan
hidup dan kehidupan. Melalui penalaran rasio, pengalaman, pengamatan panca
indra dan intuisinya, masalah demi masalah mampu diatasi dan diselesaikannya.
Melalui penalaran rasio, pengalaman, pengamatan panca indra dan intuisinya
pula, manusia mampu menyusun teori demi teori dan mengembangkannya menjadi berbagai
macam ilmu pengetahuan. Dengan ilmu
pengetahuan inilah manusia mampu menghadapi berbagai macam persoalan hidup dan
kehidupan, serta mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak zaman Nabi Adam
hingga sekarang ini, tahap demi tahap manusia mampu meningkatkan taraf hidupnya
ke arah yang lebih baik dan maju. Melalui ilmu pengetahuan juga manusia mampu
menciptakan teknologi, mulai dari teknologi sederhana sampai ke teknologi
canggih. Dengan demikian tidaklah salah jika ada pendapat yang mengatakan bahwa
tidak ada masalah tidak ada ilmu pengetahuan, seperti yang dikemukakan oleh Archie J. Bahm (1993) : “No
problems, no science. Scientific
knowledge results from solving scientific problems. No problems, no solutions,
no scientific knowledge”.
Artinya : Tidak ada masalah, tidak ada ilmu. Hasil pengetahuan ilmiah dari
pemecahan masalah ilmiah. Tidak ada masalah, tidak ada solusi, tidak ada
pengetahuan ilmiah.
Dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki,
manusia mampu mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan
mana yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek. Ini terjadi secara
terus menerus mulai dari pengetahuan yang paling sederhana sampai pada
pengetahuan yang lebih baik dan sempurna. Manusia sejak dari balita mulai diarahkan
dan dididik untuk mencari dan memahami ilmu. Hal ini dilakukan karena ilmu
merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan manusia, sebab dengan
ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat
dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa
peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak
mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan dan kemiskinan,
dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga
manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman,
pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana
untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Agar ilmu pengetahuan tidak menjadi ancaman
bagi kehidupan manusia dan alam semesta, maka dalam perumusan, penerapan dan
pengembangannya diperlukan landasan atau dasar yang benar serta berpihak pada
nilai-nilai kebaikan, kemanusiaan dan kerahmatan. Landasan yang dikembangkan
oleh para ilmuwan dalam ilmu filsafat meliputi landasan ontologi, epistemologi,
dan landasan aksiologi. Dengan berlandaskan ketiga landasan tersebut,
diharapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang telah diciptakan dan dikembangkan oleh manusia mampu
meningkatkan taraf hidup manusia tanpa harus menimbulkan bencana dan
malapetaka. Namun itu semua lebih banyak tergantung kepada manusia dalam
penggunaannya.
Untuk mengetahui secara mendalam apakah ilmu
pengetahuan yang telah dirumuskan oleh manusia itu telah sesuai dengan
tujuannya apa belum, memberi manfaat bagi kehidupan manusia apa tidak, mampu
meningkatkan taraf hidup manusia apa tidak, maka perlu dilakukan pengkajian
dengan menggunakan ilmu filsafat. Atas dasar berbagai pemikiran itulah, dalam
pembelajaran Filsafat Ilmu ini penulis berusaha untuk membahas lebih jauh
tentang “Landasan Aksiologi Ilmu Pengetahuan”.
B.
Permasalahan
Permasalahan
yang perlu dibahas dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apakah pengertian aksiologi?
2.
Apakah pengertian ilmu pengetahuan
itu?
3.
Bagaimana landasan aksiologi ilmu
pengetahuan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aksiologi
Secara etimologi, aksiologi berasal dari kata axios yang berarti “nilai” dan logos yang berarti “teori”. Jadi aksiologi
adalah teori tentang nilai. Aksiologi yang bahasa
Inggrisnya Axiology diartikan sebagai “The study of the nature of values and value
judgments”.
Artinya Studi tentang sifat nilai-nilai dan pertimbangan nilai.
Dari segi istilah, aksiologi
adalah ilmu pengetahuan yang membahas nilai-nilai yang memberi
batas-batas bagi pengembangan ilmu. Aksiologi diartikan pula
sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau
dari sudut pandang kefilsafatan. Menurut John
sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau
sebuah sistem seperti politik, sosial dan agama. Sistem memiliki
rancangan sebagaimana tatanan, rancangan, dan aturan sebagai satu
bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.
Brameld (dalam Endraswara, 2012) membagi
aksiologi menjadi tiga, yaitu:
1) Moral
conduct, yaitu tindakan moral yang membentuk disiplin ilmu khusus yaitu
etika;
2) Esthetic
expression, yaitu ekspresi keindahan yang memformulasikan disiplin ilmu
estetika;
3) Socio-political
life, kehidupan sosio-politik yang melahirkan filsafat sosio-politik.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari atau
membahas tentang sifat-sifat nilai, hakekat nilai, serta nilai-nilai yang
memberi batasan bagi pengembangan ilmu, baik itu nilai etika, estetika maupun
nilai sosial politik.
Karena aksiologi adalah sebuah ilmu
yang mempelajari dan membahas tentang nilai, maka di sini perlu juga dijelaskan
pengertian tentang nilai. Dari segi bahasa, nilai diartikan sebagai
sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Menurut Brennan, nilai
adalah kualitas yang dipahami dalam estetika, etika, moral dan pengalaman
religius, bukanlah murni pandangan pribadi terbatas pada lingkungan manusia.
Nilai merupakan bagian dari keseluruhan situasi metafisik di alam semesta
seluruhnya (bukan hanya bagian dari manusia). Sedang Katsoff menyebutkan empat
macam arti nilai, yaitu :
1.
Mengandung nilai artinya berguna
2.
Merupakan nilai artinya baik, atau benar atau
indah
3.
Mempunyai nilai artinya mempunyai kualitas yang
dapat menyebabkan seseorang bersikap menyetujui
4.
Memberi nilai artinya menjadi objek keinginan.
Nicholas Rescher memberi beberapa batasan tentang nilai, sebagai
berikut :
1.
Suatu benda atau barang memiliki nilai atau
bernilai, apabila orang menginginkannya kemudian berusaha atau menambah
keinginan untuk memilikinya (George Lundberg).
2.
Nilai adalah sesuatu yang menimbulkan
penghargaan (R. Part and E. W. Burgess).
3. Nilai adalah dorongan untuk memperhatikan objek,
kualitas, atau keadaan yang dapat memuaskan keinginan. (Richard T. La Piere).
4.
Nilai adalah sesuatu objek dari setiap
keinginan (Howard Becker).
5. Nilai adalah harapan atau setiap keinginan atau
dipilih oleh seseorang, kadang-kadang dalam praktek : apa yang diinginkan oleh
seseorang (Stuart C. Dodd).
6. Nilai adalah arti yang diberikan atau yang
diikuti dalam perbuatan berdasarkan dari hasil pengamatan empirik para warga
masyarakat (Florjan Znaniceki).
7. Nilai adalah konsep, eksplisit atau implisit,
yang berbeda dari setiap orang atau kelompok, keinginan mengadakan pilihan
tentang arti perbuatan dan tujuan perbuatan Kluckhohn).
8. Nilai adalah dasar-dasar keinginan bernegara
yang mengatur bagi perbuatan kemanusiaan atau pedoman-pedoman umum perundang-undangan
yang mengatur kehidupan bermasyarakat (Neil J. Smelser).
Dari beberapa pengertian dan batasan
tentang nilai tersebut, sesuatu dianggap mempunyai nilai jika sesuai dengan
keinginan dan tujuan manusia, bernilai (baik, benar atau indah), berharga,
serta bermanfaat dan berguna bagi kepentingan hidup manusia.
B.
Pengertian Ilmu Pengetahuan
Secara harfiah kata ilmu berasal
dari bahasa Arab ‘ilmi yang berarti pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan
dengan kata science yang berarti pengetahuan dan aktivitas mengetahui.
Sedangkan kata pengetahuan berarti “segala sesuatu yang diketahui”. Pengetahuan
semakna dengan kata knowledge yang berarti sejumlah informasi yang diperoleh
manusia melalui pengamatan, pengalaman, dan penalaran.
Dari
dua pengertian antara ilmu dan pengetahuan tersebut, dapat dipahami bahwa ada
perbedaan antara ilmu dan pengetahuan. Ilmu lebih menitikberatkan pada aspek
teoritisasi dari sejumlah pengetahuan yang diperoleh dan dimiliki manusia,
sedangkan pengetahuan tidak mengisyaratkan teoritisasi dan pengujian (Fathul
Mufid, 2008: 3). Walaupun terdapat perbedaan antara keduanya, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa pengetahuan merupakan sejumlah informasi yang menjadi landasan
awal bagi lahirnya ilmu. Tanpa didahului oleh pengetahuan, ilmu tidak akan ada
dan tidak mungkin ada. (Cecep Sumarna dalam Fathul Mufid, 2008: 3).
Menurut
Harsojo Guru Besar Universitas Padjajaran menyatakan bahwa ilmu adalah :
a.
merupakan
akumulasi pengetahuan yang disistematiskan.
b.
suatu
pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu
dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya
dapat diamati oleh panca indera manusia.
c.
suatu
cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan sesuatu
proposisi dalam bentuk; “jika . . . , maka . . . .!”.
Setiap
manusia yang hidup selalu terkait dengan pengetahuan, sebab bagaimanapun
manusia selalu menemui problema yang problema itu harus dipecahkan dengan
pengetahuan yang dia miliki atau dengan apa yang dia ketahui.
Sesuai
dengan dasar dan sifat manusia yang selalu ingin tahu, maka manusia selalu
bergumul dengan pencarian pengetahuan. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan
segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk ke dalamnya
ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia
di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.
Menurut Hatta, pengetahuan bisa didapat dari pengalaman dan keterangan dengan
pembuktian untuk menemukan kausalitasnya. Yang pertama disebut dengan
pengetahuan dan yang kedua disebut ilmu. Ilmu senantiasa mengemukakan
pertanyaan tentang bagaimana duduknya sesuatu dan apa penyebabnya.
Dari
uraian Jujun dan Hatta di atas, sudah jelas perbedaan antara pengetahuan dan
ilmu atau sering diistilahkan dengan ilmu pengetahuan. Dalam
Ensiklopedia Indonesia yang dikutip oleh Burhanuddin Salam dijelaskan bahwa
ilmu pengetahuan adalah: suatu sistem dari pelbagai pengetahuan yang
masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun
sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan, suatu
sistem dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil
pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai
metode-metode tertentu (induksi, deduksi).
Menurut
sejarahnya, manusia dalam mengatasi problema kehidupannya dengan pengetahuan
yang didapat dari pengalamannya, baru kemudian semakin tinggi kebudayaan
manusia lahirlah apa yang disebut ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan merupakan langkah akhir dari perkembangan mental manusia dan
merupakan pencapaian tertinggi dari kebudayaan manusia. Dalam mengungkap ilmu,
orang seringkali bermula melihatnya dari induk ilmu yakni filsafat, karena
dilatar belakangi bahwa yang disebut ilmu pada awalnya tidak lain adalah ilmu
filsafat. Dari filsafat yang bersifat umum kemudian lahir ilmu yang bersifat
khusus seperti filsafat alam yang mempelajari benda-benda, gejala-gejala alam,
inilah akhirnya yang menjadi natural science.
Dalam
membicarakan ilmu pengetahuan terdapat banyak penafsiran.
Pertama, istilah pengetahuan itu dapat disamakan pengertiannya dengan wetenschap yang punya pengertian seluas-luasnya
karena mencakup segenap pengetahuan manusia yang manapun juga yang tersusun dan
terkumpul secara sistematik. Kedua, istilah ilmu pengetahuan dapat juga
diartikan sebagai apa yang dalam bahasa Inggris disebut science yaitu
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang bahan-bahannya
terdapat di luar diri manusia.
Ketiga, istilah ilmu pengetahuan dapat juga dipakai untuk menunjukkan
pada suatu kumpulan pengetahuan yang sesungguhnya sudah siap pakai atau applied science. Menurut
Soejono, pengertian ilmu diatas mencakup pengertian yang seluas-luasnya
sehingga meliputi ilmu pengetahuan kefilsafatan, ilmu pengetahuan teoritik
positif atau ilmu pengetahuan teoritik-empirik (science) dan ilmu pengetahuan
terapan.
Dari
beberapa pengertian tentang ilmu, pengetahuan dan ilmu pengetahuan sebagaimana
yang telah dikemukakan dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan adalah suatu
bidang yang berasal dari berbagai pengetahuan yang didapatkan sebagai hasil
dari suatu gejala yang dianalisa dan diperiksa secara teliti dengan menggunakan
metode-metode tertentu (secara rasional, sistematik, logis, dan konsisten),
sehingga didapat penjelasan mengenai gejala yang bersangkutan. Jadi ilmu
pengetahuan itu konkrit dan tidak terbatas, yaitu dapat diukur kebenarannya.
Kehadiran objek dan subjek tidak dapat dipisahkan atau memiliki keterkaitan
satu sama lainnya.
Sejalan
dengan perkembangan zaman dan pemikiran manusia, ilmu pengetahuan makin
berkembang dengan pesat, makin mengkerucut dan spesifik. karena itulah para
ilmuwan membagi ilmu pengetahuan menjadi beberapa klasifikasi. Salah satu
klasifikasi ilmu pengetahuan adalah sebagaimana yang dilakukan oleh Herbert
Spencer, beliau membagi ilmu pengetahuan menjadi :
a.
Kelompok
ilmu murni (pure science), dan
b.
Kelompok
ilmu praktis (applied science).
Ilmu-ilmu
itu dikatakan murni jika : 1) dipelajari dan dikembangkan dengan tujuan untuk
memajukan ilmu itu sendiri, 2) memperkaya diri dengan mendapatkan
pengertian-pengertian yang lebih mendalam dan lebih sistematis mengenal ruang
lingkup atau daerah penelitiannya. Misalnya ilmu psikologi, dikatakan ilmu
sosial murni, apabila tujuan psikologi secara langsung ingin memperoleh pengetahuan yang sistematis
tentang tingkah laku individu dalam hubungannya dengan individu lainnya.
Sedangkan ilmu-ilmu dikatakan sebagai ilmu terapan apabila ilmu tersebut
dipelajari secara sadar untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan yang
dihadapi manusia. Seperti prinsip-prinsip sosiologi sebagai hasil studi ilmu
murni yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi
akan melahirkan ilmu terapan yang disebut “sosiologi pendidikan”. Contoh lain
sebagai ilmu terapan adalah psikologi pendidikan, antropologi pendidikan,
ekologi pendidikan dan sebagainya.
Dengan
mengetahui lebih jauh tentang pengertian aksiologi dan ilmu pengetahuan beserta
hal-hal yang terkait dengannya, diharapkan akan mempermudah di dalam melakukan kajian
terhadap landasan aksiologi ilmu pengetahuan.
C.
Landasan
Aksiologi Ilmu Pengetahuan
Landasan aksiologi adalah hubungan dengan
penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan
perkataan lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu
dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Aksiologi merupakan asas dalam
menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh
pengetahuan yang meliputi nilai-nilai, atau parameter bagi apa yang disebut
sebagai kebenaran atau kenyataan itu dalam konteks kawasan yang terkait dalam
kehidupan yaitu kawasan sosial, kawasan fisik material, kawasan spiritual, dan
kawasan simbolik yang masing-masing mempunyai kriteria yang berbeda.
Lebih-lebih dari itu aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah normatif bagi penerapan ilmu pengetahuan itu ke bidang
praktis.
Aksiologi ilmu pengetahuan merupakan strategi
untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh
karena itu daya kerja aksiologi harus :
1) Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan
dapat menemukan kebenaran yang hakiki, maka perilaku keilmuan perlu dilakukan
dengan penuh kejujuran dan tidak berorientasi kepada kepentingan langsung.
2) Dalam pemilihan objek penelaahan dapat
dilakukan secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan
martabat manusia, tidak mencampuri permasalahan kehidupan dan netral dari
nilai-nilai yang bersifat dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik.
3)
Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk
dapat meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia
serta keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan
universal.
Pada dasarnya ilmu pengetahuan yang telah
dirumuskan dan dikembangkan oleh manusia harus mempunyai nilai guna bagi
kepentingan hidup dan kehidupan manusia. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan harus
dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup
manusia sesuai dengan kodratnya. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan harus mampu
menjadi rahmat bagi manusia dan alam semesta sebagaimana Firman Allah SWT :
!$tBur »oYù=yör& wÎ) ZptHôqy úüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ
Artinya : “Kami tiada mengutus engkau (ya Muhammad),
melainkan menjadi rahmat untuk semesta alam”. (QS.
Al-Anbiya (21) : 107)
Dengan demikian, setiap ilmu pengetahuan tidak
terlepas dari adanya nilai, baik ilmu eksak maupun ilmu-ilmu sosial, apalagi
ilmu kerohanian.
Manusia sejak dari balita mulai diarahkan
dan dididik untuk mencari dan memahami ilmu. Hal ini dilakukan karena ilmu
merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan manusia, sebab dengan
ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat
dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa
peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak
mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan dan
kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan
ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi,
pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu
merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian, timbul pertanyaan apakah ilmu selalu
merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan
kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi.
Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun
kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan
malapetaka bagi manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu harus diletakkan
secara proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan.
Sebab, jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana
dan malapetaka.
Untuk membahas aksiologi ilmu pengetahuan lebih
lanjut, disini akan dibagi menjadi 3 bagian yaitu : pertama, kegunaan
ilmu pengetahuan, kedua, cara ilmu pengetahuan menyelesaikan masalah dan
ketiga, netralitas ilmu pengetahuan.
1.
Kegunaan ilmu pengetahuan
Dalam
perjalanan sejarah hidup manusia, diakui atau tidak telah banyak manfaat dan
kegunaan ilmu pengetahuan bagi manusia. Namun ada kritik yang harus mendapatkan
perhatian dari semua pihak, karena ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah
dikembangkan demi kesejahteraan umat manusia ternyata dimanfaatkan sebagai alat
untuk merusak manusia itu sendiri dan lingkungannya. Seperti digunakannya bom
dan senjata nuklir secara besar-besaran, peluru kendali antar benua dan lain
sebagainya.
Manfaat
ilmu telah banyak dirasakan oleh manusia, diantaranya adalah :
a.
ilmu dengan segala tujuan dan artinya, sampai
batas-batas tertentu telah banyak membantu manusia dalam mencapai tujuan hidup
dan kehidupannya, yaitu kehidupan yang lebih baik.
b.
Ilmu menghasilkan teknologi, yang memungkinkan
manusia dapat bergerak atau bertindak dengan cermat, dan tepat, karena ilmu dan
teknologi merupakan hasil kerja pengalaman, observasi, eksperiman dan
verifikasi.
c.
Dengan ilmu dan teknologi, manusia dapat
mengubah wajah dunia di mana manusia itu sendiri tinggal, mengubah cara manusia
bekerja, cara manusia berpikir.
d.
Dengan ilmu dan teknologi, memungkinkan manusia
untuk mengurangi rintangan-rintangan ruang dan waktu, seperti sistem komunikasi
modern.
Contoh
kegunaan ilmu dan teknologi bagi kehidupan manusia adalah seperti ilmu biologi,
fisika, matematika, kimia sebagai ilmu murni telah menyumbangkan berbagai teori
dan hukum-hukumnya kepada ilmu kedokteran sebagai ilmu terapan (ilmu guna
pakai) dalam usaha manusia untuk :
- Menghindarkan diri dari penyakit,
- Menyembuhkan penyakit,
- Memperbaiki usaha-usaha kehidupan untuk hidup sehat,
Terkait
dengan kegunaan ilmu pengetahuan (sains) ini, Ahmad Tafsir (2012) membedakannya
menjadi tiga yaitu : 1) sebagai alat membuat eksplanasi, 2) sebagai alat
peramal, dan 3) sebagai alat pengontrol.
a.
Sebagai alat membuat eksplanasi
Menurut T.
Jacob (dalam Ahmad Tafsir, 2012) sains merupakan suatu sistem eksplanasi yang
paling dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya dalam memahami masa
lampau, masa sekarang, serta mengubah masa depan.
Contoh kasus :
Ada tiga
bersaudara yang terdiri dua laki-laki dan satu perempuan. Mereka nakal, sering mabuk, membuat keonaran, sering
bolos sekolah, tidak naik kelas, dan pindah sekolah. Orang tuanya telah
bercerai dan meninggalkan mereka di tempat barunya, karena keduanya telah
menikah lagi. Namun biaya hidup ketiga bersaudara itu bersama pembantunya tidak
kurang. Untuk mengeksplanasikan (menjelaskan) kasus ini, kita harus menguasai
teori tentang nakal. Menurut teori sains pendidikan, anak-anak yang orang
tuanya cerai (biasanya disebut broken home), dan pada umumnya akan berkembang
menjadi anak nakal. Penyebabnya diantaranya yaitu mereka tidak mendapatkan
pendidikan yang baik dari orang tuanya, kurang atau bahkan tidak mendapatkan
kasih sayang dan perhatian yang cukup dari orang tuanya. Ketercukupan biaya
hidup yang diberikan oleh orang tuanya tidaklah cukup untuk mendidik anak ke
arah yang lebih baik sampai ia dewasa, karena kebutuhan manusia bukan hanya
materi saja tetapi juga diperlukan ketercukupan kebutuhan rohani.
b.
Sebagai
alat peramal (prediksi)
Setelah diketahui faktor penyebab dari suatu gejala, maka tindakan
selanjutnya adalah menggunakan faktor-faktor penyebab itu untuk membuat ramalan
atau prediksi.
Contoh : dengan banyaknya pasangan suami istri yang bercerai, maka
dapat diprediksi bahwa kenakalan remaja akan meningkat, semakin banyak anak
yang putus sekolah dan banyak siswa yang tidak naik kelas.
c.
Sebagai
alat pengontrol
Seorang ilmuwan, selain mampu membuat prediksi berdasarkan
eksplanasi gejala juga dapat menggunakannya untuk membuat kontrol. Kontrol
merupakan tindakan-tindakan yang diduga dapat mencegah terjadinya gejala yang
tidak diharapkan atau gejala yang memang diharapkan. Agar kontrol yang
dilakukan lebih efektif, maka sebaiknya kontrol tidak hanya satu macam.
Contoh kaitannya dengan kasus di atas : karena diprediksi anak-anak
yang orang tuanya bercerai itu akan menjadi anak yang nakal, maka kontrol atau
upaya yang perlu dilakukan adalah perlu adanya orang yang mampu menggantikan
fungsi sebagai orang tua misalnya paman, bibi atau kakeknya.
2.
Cara
ilmu pengetahuan menyelesaikan masalah
Ilmu
atau sains berisi tentang teori-teori yang dibuat untuk memudahkan kehidupan
manusia. Dalam kehidupannya manusia selalu menemui masalah demi masalah, yang
mana dalam menghadapi masalah itu manusia menggunakan teori-teori ilmu itu
untuk menyelesaikan atau mengatasinya.
Langkah-langkah
yang dilakukan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan masalah secara sederhana
adalah sebagai berikut :
a.
Mengidentifikasi
masalah, dengan melakukan observasi di lapangan dan penelitian-penelitian.
b.
Mencari
teori-teori terkait masalah yang telah diidentifikasi
Misalnya
mencari teori tentang sebab-sebab terjadinya kenakalan remaja, setelah
ditemukan beberapa teori maka dipilih teori yang diperkirakan paling tepat
untuk menyelesaikan masalah kenakalan remaja.
c.
Mencari
teori yang menjelaskan tentang cara memperbaiki kenakalan remaja, setelah
ditemukan cara-cara dilanjutkan dengan menyampaikan usulan tindakan-tindakan
yang harus dilakukan oleh pihak-pihak terkait.
3.
Netralitas
ilmu pengetahuan
Bagaimana sebaiknya ilmu pengetahuan itu
digunakan? Apakah harus netral (bebas nilai) apa tidak netral (terikat nilai)? Untuk
menjawab pertanyaan ini, akan disampaikan beberapa pendapat. Menurut
Mukti Ali, sains itu netral, seperti pisau, digunakan untuk apa saja itu
terserah penggunanya. Pisau itu dapat digunakan untuk membunuh (salah satu
perbuatan jahat) dan dapat juga digunakan untuk perbuatan lain yang baik. Begitulah
teori-teori sains, ia dapat digunakan untuk kebaikan dan dapat pula untuk
kejahatan. Kira-kira begitulah pengertian sains netral itu. Netral biasanya diartikan sebagai tidak memihak. Yang
dimaksud di sini adalah tidak memihak kepada kebaikan dan tidak juga kejahatan.
Keuntungan jika sains netral adalah
perkembangan sains akan cepat terjadi. Karena tidak ada yang menghambat atau
menghalangi tatkala peneliti (1) memilih dan menetapkan objek yang hendak
diteliti, (2) cara meneliti, (3) tatkala menggunakan produk penelitian. Orang
yang menganggap sains tidak netral, akan dibatasi oleh nilai dalam (1) memilih
objek penelitian, (2) cara meneliti, dan (3) menggunakan hasil penelitian.
Sebagaimana contoh tatkala peneliti akan
meneliti cara kerja jantung, maka menurut orang yang menganut paham sains
netral ia akan menggunakan manusia yang sesungguhnya sebagai objeknya, tapi
bagi penganut sains tidak netral ia akan mengambil jantung hewan yang mempunyai
kemiripan dengan jantung manusia. Karena percobaan kepada manusia secara
langsung akan diartikan sebagai bentuk penyiksaan dan ini bertentangan dengan
keyakinannya terhadap agama.
Menurut Ahmad Tafsir (2012), yang paling
bijaksana adalah memihak paham bahwa sains tidak netral, karena sains itu
bagian dari kehidupan dan kehidupan itu secara keseluruhan tidaklah netral.
Disamping itu, sains tidak netral adalah paham yang sesuai dengan semua ajaran
agama dan sesuai pula dengan niat ilmuwan dalam menciptakan teori sains. Jadi
sebenarnya tidak ada jalan bagi penganut sains netral.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Aksiologi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari atau membahas tentang sifat-sifat nilai, hakekat nilai, serta
nilai-nilai yang memberi batasan bagi pengembangan ilmu, baik itu nilai etika,
estetika maupun nilai sosial politik.
Sesuatu itu dikatakan mempunyai nilai apabila sesuai dengan
keinginan dan tujuan manusia, serta bermanfaat dan berguna bagi kepentingan
hidup manusia.
2. Ilmu pengetahuan adalah suatu bidang yang berasal dari berbagai
pengetahuan yang didapatkan sebagai hasil dari suatu gejala yang dianalisa dan
diperiksa secara teliti dengan menggunakan metode-metode tertentu (secara rasional,
sistematik, logis, dan konsisten), sehingga didapat penjelasan mengenai gejala
yang bersangkutan. Jadi ilmu pengetahuan itu konkrit dan tidak terbatas, yaitu
dapat diukur kebenarannya. Kehadiran objek dan subjek tidak dapat dipisahkan
atau memiliki keterkaitan satu sama lainnya.
Ilmu
dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a.
Kelompok
ilmu murni (pure science), dan
b.
Kelompok
ilmu praktis (applied science).
3. Aksiologi ilmu
pengetahuan merupakan strategi untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan
manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tetap
berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi harus :
a.
Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan
dapat menemukan kebenaran yang hakiki, maka perilaku keilmuan perlu dilakukan
dengan penuh kejujuran dan tidak berorientasi kepada kepentingan langsung.
b.
Dalam pemilihan objek penelaahan dapat
dilakukan secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan
martabat manusia, tidak mencampuri permasalahan kehidupan dan netral dari
nilai-nilai yang bersifat dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik.
c.
Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk
dapat meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia
serta keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan
universal
Ilmu pengetahuan merupakan bagian dari
kehidupan manusia, maka dari itu
hendaknya digunakan secara bijaksana, sehingga ilmu pengetahuan mampu memberi
arti yang positif bagi manusia dan alam semesta.
B.
Penutup
Demikian makalah yang sangat sederhana ini
telah berhasil disusun, mudah-mudah dapat memberi manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi teman-teman mahasiswa pasca sarjana STAIN Kudus serta
pembaca pada umumnya. Amin.
Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2012)
Archie J.
Bahm, Axiology
: The Science of Values, (Amsterdam – Atlanta : 1993), Edition Rodopi BV.
Suparman Syukur, Epistemologi Islam Skolastik Pengaruhnya pada
Pemikiran Islam Modern, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007).
Suwardi Endraswara,
Filsafat ilmu: Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode Ilmiah, (Jakarta: PT. Buku Seru. 2012).
Archie J. Bahm, Axiology : The Science of
Values, (Amsterdam – Atlanta : 1993), Edition Rodopi BV, h. 11.
Suwardi Endraswara, Filsafat ilmu: Konsep, Sejarah,
dan Pengembangan Metode Ilmiah, (Jakarta:
PT. Buku Seru. 2012), h. 146.