Sabtu, 28 Desember 2013

18 Sumber Makanan yang Mengandung Vitamin B1 (Thiamin)



Vitamin B1

Masih dalam seri vitamin B kompleks, kali ini giliran membahas mengenai vitamin B1 atau dikenal juga dengan nama Thiamin. Vitamin B1 ini dikenal sebagai penambah energi. Karena itu Anda akan sering menemukan komposisi vitamin ini dalam label minuman penambah energi atau suplemen. Hal disebabakan salah satu kemampuan vitamin B1 yang mampu mengubah karbohidrat menjadi energi.

Selain itu, Vitamin B1 juga membantu mengoptimalkan kerja otak. Diketahui konsumsi vitamin B1 yang bisa membuat otak lebih optimal adalah 1,1 mg untuk pria, 1,2 mg untuk wanita hamil, dan 1,4 mg untuk wanita menyusui. Namun ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa vitamin B1 bisa dikonsumsi hingga 50 sampai 1000 mg dan tidak mengalami gejala efek samping apapun.

Kekurangan vitamin B1 dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan. salah satu yang paling terkenal adalah penyakit beri-beri. Anda pasti pernah mendengar penyakit ini waktu di sekolah dasar. Penyakit ini menyerang saraf dan menyebabkan terganggunya kemampuan motorik seseorang akibat polyneuritis. 

Nah, berikut ini merupakan beberapa jenis makanan yang mengandung vitamin B1 atau Thiamin:

Buah-Buahan yang Mengandung Vitamin B1 (Thiamin)


1. Nanas

Buah nanas dikenal buah yang hidup didataran tinggi telah banyak ditanam di Indonesia. Buahnya yang punya ciri khas berwarna kuning bersisik dan kecut. Banyak ditanam di daerah jawa barat, jawa timur, dan sumatera utara. Kandungan vitamin B1 pada nanas ini per 100 gram ini adalah 0,08 mcg. Buah ini bermanfaat untuk mencegah stress pada otak.

2. Jeruk

Untuk buah jeruk sendiri kandungan vitamin B1 ini tergantung dari macam-macam buah jeruk itu sendiri. Kandungan vitamin B1 pada jeruk nipis per 100 gram adalah 0,04 mcg. Kandungan vitamin B1 pada jeruk manis per 100 gram adalah 0,08 mcg. Kandungan vitamin B1 pada jeruk keprok per 100 gram adalah 0,07 mcg. Kandungan vitamin b1 pada jeruk bali per 100 gram adalah 0,04.

3. Anggur

Kandungan vitamin B1 pada buah anggur per 100 gram adalah 0,05 mcg. Buah ini bermanfaat untuk untuk mengobati kelelahan dan hiploglikemi dimana mengandung gula alami yaitu fruktosa dan glukosa. Selain itu juga mencegah penyakit jantung koroner sampai 50%. Selain itu buah anggur juga mencegah penyerapan kolesterol pada darah karena mengandung saponin.

4. Semangka

Kandungan vitamin B1 pada buah semangka 100 gram adalah 0,033 mcg. Buah semangka ini memiliki manfaat untuk memperlancar peredaran darah, meningkatkan metabolisme, serta mencegah terjadinya kerusakan syaraf. Buah ini khas. Dimana kulit buahnya keras berwarna hijau, dengan garis-garis hijau tua. Buahnya berawarna merah banyak mengandung air dan biji.

Sayuran yang Mengandung Vitamin B1 (Thiamin)


5. Asparagus

Kandungan vitamin B1 pada buah-buahan sudah kita bahas. Kali ini akan dibahas pada sayuran. Yaitu sayuran asparagus. Kandungan vitamin B1 pada sayuran asparagus 100 gram adalah 0,143 mcg. Asparagus ini bisa di jadikan berbagai macam makanan seperti sup, dimakan langsung, salad, krim, atau sayuran pelengkap daging. Manfaat sayuran ini adalah dapat menjaga sistem pencernaan pada perut dan menurunkan berat badan.

6. Bayam

Kandungan vitamin B1 pada bayam 100 gram adalah 0,08 mcg. Sedangkan bayam sendiri memiliki manfaat seperti anti-inflamasi, mencegah resiko kardiovaskular, dan menurunkan tekanan darah tinggi. Selain itu bayam juga bermanfaat untuk mencegah terjadinya osteoporosis dan diabetes. Sayuran ini berdaun hijau dan banyak ditanam di daerah-daerah di Indonesia.

7. Terong

Kandungan vitamin B1 pada terong 100 gram adalah 0,039 mcg. Terong ditanam di Indonesia tanpa mengenal musim. Bisa dimusim kemarau ataupun penghujan. Buahnya berwarna keunguan. Terong ini bermanfaat untuk menurunkan kolesterol, mencegah kanker, memperlancar membuangan urin. Selain itu juga bermanfaat untuk menyembuhkan masalah pencernaan dan batuk.

8. Paprika

Bagaimana kandungan vitamin B1 pada paprika 100 gram? Kandungan vitamin B1-nya adalah 22,0 mcg. Paprika ini buah yang seperti lonceng dengan beragam warna (jenis). Buah ini tidak memiliki pedas cabe, tapi pedas manis. Karena biji paprika tidak ikut termakan seperti cabe pada bumbu olahan masakan. Manfaat paprika sendiri meningkatkan imunitas tubuh, mencegah penyakit mata, meningkatkan jumlah sperma pada pria, dan dan sumber antioksidan yang baik.

9. Brokoli

Kandungan vitamin B1 pada brokoli 100 gram adalah 10 mcg. Brokoli adalah sayuran yang unik dengan bentuk daun seperti jamur (tapi bukan jamur) yang berpangkal pada batang. Pohonnya kecil tapi kaya akan gizi. Brokoli bermanfaat untuk melawan berbagai jenis kanker seperti kanker payudara, kanker prostat, kanker paru-paru, kanker usus besar dan kanker lainnya.

10. Wortel

Kandungan vitamin B1 pada wortel 100 gram adalah 0,04 mcg. Wortel banyak sekali manfaatnya. Selain tentu wortel banyak mengandung beta karoten dimana dapat menjaga kesehatan mata, wortel juga bermanfaat untuk mengatasi hipertensi, dapat mengatasi demam yang menyerang anak, kemudian menyembuhkan luka bakar, sampai mengatasi nyeri haid.

Sumber Vitamin B1 (Thiamin) dari Kacang-Kacangan


11. Kacang Hijau

Kandungan vitamin B1 pada kacang hijau 100 gram adalah 0,47 mcg. Kacang hijau ini banyak ditemukan di Indonesia. Bentuk olahan menjadi makanannya pun banyak macamnya seperti bubur kacang hijau, ketan roti kacang hijau, dan lainnya. Manfaat kacang hijau antara lain membantu penyerapan protein ke dalam tubuh, meningkatkan nafsu makan, dan memaksimalkan kerja syaraf.

12. Kacang Polong

Kacang polong sendiri mengandung 0,4 mcg vitamin B1 dalam takaran 100 gramnya. Saat kacang polong ini direbus, mengandung 27% vitamin B1 dengan pembagian per cangkirnya pada kacang polong dan kacang koro dengan berat sekitar 23% per cangkirnya. Selain itu ada kacang hitam yang mengandung 0,42 mcg vitamin B1 setiap cangkir pemenuhannya. Ada kacang lima atau buncis juga yang mengandung vitamin B1 sebanyak 24,7 mcg per satu cangkir kacang buncis. Jadi sangat banyak kacang-kacangan yang mengandung vitamin B1.

13. Biji-bijian

Biji-bijian seperti kacang kenari, kacang tanah, kacang brazil, kacang kering, kacang kismis merupakan kacang-kacangan yang mengandung vitamin B1. Namun jika kacang-kacangan ini dimasak, direbus, bisa kehilangan 30% dari kandungan vitamin B1 alaminya. Untuk itu kacang-kacangan bisa dikonsumsi langsung untuk mendapatkan vitamin B1 secara optimal. Seperti juga biji bunga matahari yang mengandung 1,48 mcg vitamin B1 dalam takaran 100 gramnya.

Lalu kacang pinus yang mengandung 1,28 mcg vitamin B1 dalam takaran 100 gramnya. Kacang pistachio juga mengandung vitamin B1. Dalam takaran 100 gramnya mengandung 0,87 mcg vitamin B1. Kacang macadamia mengandung vitamin B1 sebanyak 0,7 mcg dalam takaran 100 gramnya. Lalu juga ada kacang kemiri mengandung vitamin B1 sebanyak 0,66 mcg dalam takaran 100 gramnya.

Makanan Sumber Vitamin B1 (Thiamin) Lainnya


14. Daging

Daging dalam produksi kalengan ternyata mengandung 0,9 mcg vitamin B1. Lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin B1 pada buah dan sayuran. Jeroan mengandung vitamin B1 yang cukup banyak. Selain itu juga ada daging sapi yang juga banyak mengandung vitamin B1. Seperti hati pada daging sapi banyak mengandung vitamin B1. Terlebih lagi daging yang rendah lemak, lebih banyak lagi mengandung vitamin B1.


15. Ikan


Ikan juga mengandung vitamin B1 loh. Ikan tuna mengandung setidaknya dalam 4 ons mampu memenuhi 38% kebutuhan harian vitamin B1 dalam tubuh. Dengan begitu, sangat baik untuk mengkonsumsi ikan untuk memenuhi kebutuhan vitamin B1. Secara pasti, dalam 4 ons ikan tuna terkandung 0,57 mcg vitamin B1.

Kemudian ada ikan Kuwe (pompano) yang mengandung 0,45 mcg vitamin B1 setiap sajian 100 gramnya. Lalu ada ikan salmon juga yang mirip kandungan vitamin B1-nya seperti ikan tuna. Selain itu, menggunakan suplemen seperti minyak ikan juga dapat membantu pemenuhan kebutuhan vitamin B1. 


16. Telur


Telur adalah sumber makanan yang paling sering dikonsumsi oleh orang Indonesia. Seperti sarapan, jarang ada yang menggunakan sereal, namun telur bisa dijadikan alternatif untuk memenuhi kebutuhan gizi vitamin B1. Tentu tidak hanya untuk sarapan saja. Karena telur dihasilkan dari ayam dimana daging ayam juga mengandung vitamin B1 (walaupun lebih banyak kandungannya pada daging sapi dan babi). Oleh karena itu telur juga mengandung vitamin B1. Satu telur yang telah dimasak mengandung 0,03 mcg vitamin B1.


17. Sereal


Memang di Negara berkembang seperti Indonesia sangat jarang dilakukan karena memang harga sereal bisa lebih mahal daripada makanan alami yang biasa di konsumsi di pagi hari (nasi, telur, mie, roti, dan lain-lain). Sereal sendiri merupakan produk dari gandum. Kandungan vitamin B1-nya cukup tinggi. Karena seperempat cangkir saja mampu memenuhi 0,5 mcg vitamin B1. Apalagi sereal ini bisa dipadukan dengan lauk-pauk lainnya seperti daging dan ikan.


18. Gandum


Kandungan vitamin B1 pada satu cangkir gandum mengandung 4,47 mcg vitamin B1. Untuk itu gandum bisa dikonsumsi untuk pemenuhan vitamin B1 secara harian. Olahan gandum biasanya tersedia dalam bentuk roti ataupun sereal.

Nah, itu dia beberapa jenis makanan yang mengandung Vitamin B1 (Thiamin). Tidak begitu sulit untuk mendapatkannya. Jadi tidak ada alasan untuk mengalami kekurangan vitamin B1 apalagi sampai terserang penyakit beri-beri. 

Sumber : http://manfaatnyasehat.blogspot.com/2013/08/sumber-vitamin-b1-thiamin.html

Sabtu, 19 Oktober 2013

Tips Konversi Nilai Rapor Bentuk Angka Menjadi Bentuk Kata (Huruf)




Tips ini hanya diperuntukkan bagi rekan yang kebagian kerja untuk mencetak SKHUBMN atau yang sejenisnya untuk keperluan setiap akhir tahun atau akhir semester.
Cara ini diterapkan pada aplikasi spreadsheet semacam M. Excel serta sejenisnya. Biasanya kita menggunakan nilai rapor dengan format angka (number) ini kita akan ubah menjadi angka dalam bentuk kata-kata. Misal 9,15 kita akan ubah menjadi nilai dengan huruf “sembilan koma satu lima). Tidak perlu menggunakan rumus-rumus ribet tapi cukup ikuti cara berikut dan ini dapat dilakukan siapa saja yang penting dapat membaca panduan yang saya tulis berikut ini :)
Saya contohkan secara sederhana, seperti ilustrasi berikut.

Langkah konversi nilai angka menjadi angka huruf


Pertama: Ubah nilai yang tadinya format number menjadi format text. Ini penting agar bisa “di-replace” menjadi nilai bentuk kata atau nilai sebutannya. Lakukan ini pada cell yang bersesuain (misal pada gambar berikut: di samping dari angka yang mau di jadikan format text itu, cell B2).
Ketik =TEXT(A2;#,00″) 
Maksud fungsi ini, ubah angka yang ada di cell A2 menjadi berformat text. Tanda “;” ini adalah tanda pemisah yang setiap komputer bisa saja beda misalnya dengan tanda “,” tanda koma. Kode “#,00″ ini adalah format teks, # ini adalah angka dan ,00 ini berarti akan kita jadikan nilai angka menjadi 2 angka di belakang tanda koma). Setelah di tekan Enter pada keyboard maka hasilnya menjadi 9,00. Ciri nilai angka jika sudah berubah menjadi format TEXT maka biasanya ia akan rata kiri, bandingkan dengan nilai yang masih berformat Number, ia akan rata kanan.
Lakukan pengopian rumus tersebut untuk cell lain yang bersesuaian untuk nilai angka yang lain hingga selesai.

Kedua: Melakukan pengopian hasil konversi ke cell lain, saran saya yang mudah diingat dan dilihat saja, mungkin letakkan persis di cell sebelahnya saja. Yah cell hasil konversi tadi di blok kemudian Copy dan pindahkan kursor mouse ke cell yang ada di sebelah kanannya dan Paste Special… As Value. Seperti pada ilustrasi berikut.


konversi angka ke huruf 2 


Ketiga: Lakukan replace nilai angka yang sudah berformat TEXT tadi menjadi nilai huruf. Lakukan seperti petunjuk berikut.


konversi angka ke huruf 3

Lakukan hal serupa untuk angka yang lain, juga tanda koma-nya. Jangan lupa memberikan tambahan spasi pada kata yang diketik pada isian “Replace with:” tujuannya agar nilai huruf tadi tidak nempel jadi satu.
Keempat: Selesai… Selanjutnya kita dapat menggunakannya lebih lanjut seperti yang saya tulis di sini, Tips Mencetak pada Blanko SKHUAMBN atau Blanko Lainnya.

Sumber :  http://networkedblogs.com/Qa5yU

Senin, 19 Agustus 2013

PENELITIAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM: (Sebuah Pencarian Metodologik)

Oleh : Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si

A. Pengantar
Membahas wilayah kajian dan objek kajian ilmu pengetahuan beserta paradigma kajiannya tidak dapat dipisahkan dari pandangan filsafat terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Menurut filsafat ilmu, ilmu bersandar pada 3 (tiga) pilar penyangga, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi merupakan asas penetapan objek dan wilayah kajian dan karenanya menjawab pertanyaan apa yang dikaji, termasuk apa realitas yang dikaji merupakan sesuatu wujud yang nyata (kongkret), tidak nyata (abstrak) atau simbolik. Epistemologi merupakan asas penetapan bagaimana cara mempelajari atau memperolehnya, dan karenanya menjawab pertanyaan bagaimana mengkajinya. Sedangkan aksiologi merupakan asas penetapan tujuan dan manfaat pengetahuan, dan karenanya menjawab pertanyaan apa tujuan dan manfaat pengetahuan yang akan dikaji tersebut.
Secara ontologik, ilmu terbatas pada kawasan yang berada dalam jangkauan pengalaman dan pengamatan manusia. Ide-ide tentang Tuhan, alam akhirat, surga, neraka, dan sejenisnya, kendati telah lama hidup dalam perbendaharaan jiwa manusia dan secara kuat mempengaruhi perilaku menusia sehari-hari bukan merupakan hasil potret pengalaman empirik manusia karena tidak muncul dalam dunia observasi dan pengalaman empirik. Karena itu, pengetahuan tersebut tidak termasuk kawasan ilmu pengetahuan ilmiah. Penggagas Rasionalisme Kritis Popper (1972), misalnya, menyebutnya pengetahuan yang “dapat diuji”, dan “yang tidak dapat diuji”. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang terbuka untuk diuji. Tolok ukur  yang dipakai Popper untuk membedakan pengetahuan “ilmiah” dan “non-ilmiah” bukan “benar” dan “salah”, melainkan “dapat diuji” dan “tidak dapat diuji” (Wuisman, 1996: 20). Selain itu, ilmu berupaya menafsirkan hakikat wilayah atau objek kajian sebagaimana adanya dan terbuka untuk pengujian secara terus menerus. Pengujian secara terus menerus dilakukan untuk memperoleh kebenaran. Sebab, ilmu pengetahuan yang dibangun atas dasar pengamatan manusia sejatinya tidak lain hanya merupakan dugaan atau asumsi. Ilmu pengetahuan tidak pernah benar secara mutlak. Ilmu hanya dapat berkembang apabila terus menerus dikaji. Lewat kajian tersebut  akan ditemukan data dan fakta baru yang membuktikan kebenaran dan kesalahannya. Karena itu, ilmu berangkat dari fakta dan berakhir dengan fakta pula. Secara epistemologik, ilmu menyusun dan menambah bangunan pengetahuan melalui metode tertentu, yang disebut metode ilmiah. Metode ilmiah adalah seperangkat cara dan tata kerja untuk menghasilkan pengetahuan ilmiah secara sistemik dan sistematik. Sistemik artinya ada saling keterkaitan antar-unsur dan sistematik artinya ada urutan logik antar-langkah.
Secara aksiologik, tujuan dan pemanfaatan pengetahuan keilmuan harus dimaksudkan demi kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat meningkatkan taraf hidup manusia tanpa harus mengorbankan kodrat dan martabatnya, serta kelestarian dan keseimbangan alam. Karena itu, ilmu merupakan harta bersama umat manusia. Setiap orang berhak menggali dan memanfaatkan ilmu sesuai kebutuhannya.
Setiap ilmu niscaya memiliki ciri dan kekhususan masing-masing, kendati antara yang satu dengan yang lainnya dapat saling bersentuhan. Ilmu manajemen,  misalnya, sebagai bagian dari kekayaan pengetahuan manusia, memiliki ciri dan kekhususan sendiri pula yang membedakannya dengan ilmu pengetahuan lainnya baik secara ontologik, epistemologik maupun aksiologik.
Dengan demikian, karena masing-masing ilmu memiliki ciri-ciri khusus, maka setiap kajian tentang metode keilmuan tertentu, perlu terlebih dahulu menjawab pertanyaan: (1) apa bahan yang dikaji, (2) bagaimana cara mengkajinya dan (3) apa manfaat atau tujuan kajian tersebut.   

B. Objek Penelitian Manajemen Pendidikan Islam
Secara teoretik manajemen pendidikan Islam juga mengikuti kaidah-kaidah manajemen pada umumnya dengan objek kajiannya adalah lembaga-lembaga pendidikan Islam. Namun demikian, secara ontologik masih terdapat beberapa varian persepsi mengenai bidang studi yang relatif baru ini. Ditilik dari namanya, bidang kajian ini merupakan bidang kajian lintas disiplin (inter-desciplinary course), jika pemisahan istilahnya adalah: manajemen + pendidikan Islam. Namun jika pemisahannya  adalah: manajemen + pendidikan  + Islam, maka bidang kajian ini merupakan bidang multi disiplin (multi-desciplinary course). Bisa juga pemisahannya adalah: manajemen pendidikan + Islam. Tampaknya yang lebih menjadi concern program studi adalah pemisahan model pertama (manajemen + pendidikan Islam). 
Implikasi dari model kajian semacam itu adalah pengkaji dituntut untuk menguasai lebih dari satu macam disiplin ilmu. Di satu sisi, pengkaji dituntut untuk menguasai ilmu manajemen secara umum, dan di sisi yang lain dia juga dituntut untuk menguasai konsep-konsep pendidikan Islam dengan menggunakan al Qur’an dan hadis sebagai cara pandang. Ini tentu bukan pekerjaan mudah.




Sebagai program studi dengan bidang kajian khusus, secara ontologik manajemen pendidikan Islam menetapkan kawasannya berdasarkan fakta empirik dan konsep teoretik manajemen pendidikan Islam. Manajemen adalah sebuah konstruk teoretik. Pendidikan adalah konsep substantif, tetapi masih di tingkat generik, sedangkan Islam adalah konsep substantif di tingkat partikularistik. Dengan demikian, secara definitif manajemen pendidikan Islam adalah proses mengelola lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti madrasah, pondok pesantren, dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam dengan menggunakan Islam (al Qur’an dan hadis) sebagai cara pandang/perspektif. Diyakini lembaga-lembaga pendidikan tersebut memiliki ciri khusus yang membedakaanya dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya sehingga diperlukan model pengelolaan secara khusus pula.
Secara lebih rinci, objek kajian manajemen pendidikan Islam meliputi: (1) perangkat kegiatan apa saja yang membentuk konstruk manajemen, mulai dari planning, organizing, actuating hingga controlling, (2) komponen-komponen sistemik yang niscaya ada dalam fenomena pendidikan, mulai dari input, output, outcome, proses belajar, sarana dan prasarana belajar, lingkungan, guru, kurikulum, personalia pendukung, bahan ajar, masyarakat, evaluasi dan (3) fakta empirik yang diberi label (pendidikan) Islam, dengan kekhususannya, seperti nilai-nilai yang berkembang di lingkungan lembaga pendidikan Islam (ikhlas, barokah, tawadu’, istiqomah, ijtihad, dan sebagainya).
Memahami pendidikan sebagai upaya teleologik di mana manajemen merupakan bagian komponen yang tak terpisahkan dari praktik pendidikan, ilustrasi berikut dapat dipakai mencari ruang/wilayah kajian penelitian.




C. Proses Penelitian Manajemen Pendidikan Islam
Sebagai aktivitas ilmiah, penelitian memiliki langkah-langkah yang sistemik  dan sistematik yang berlaku untuk semua disiplin ilmu. Sistemik artinya ada saling keterkaitan antar-unsur dan sistematik artinya ada urutan logik antar-langkah. Setidaknya terdapat 8 (delapan) tahap penelitian sebagai berikut:  (1) selecting a topic), (2) determining a research paradigm, (3) formulating a research question, (4) determining a research design, (5) collecting data, (6) analyzing data, (7) interpreting data, (8) informing others.

1. Selecting  a topic
Memilih topik penelitian merupakan langkah paling awal yang harus dilakukan seorang peneliti. Topik penelitian merupakan ide atau gambaran sangat umum yang akan menjadi tema kajian, bisa tentang masalah pendidikan, budaya, politik, sejarah, ekonomi, agama dan sebagainya.
Tidak ada formula yang baku tentang metode bagaimana mencari topik penelitian. Tetapi ada beberapa cara yang bisa dipakai sebagai pedoman. Menurut  sebagai berikut:
  1. personal experience, yaitu pengalaman pribadi yang pernah dialami seseorang. Ini bisa menjadi inspirasi seseorang untuk melakukan penelitian.
  2. curiosity, yaitu rasa ingin tahu yang kuat. Misalnya, sesaeorang ingin mengetahui pola hubungan antara majikan dan staf di dalam sebuah perusahaan atau kantor sehingga melahirkan kinerja yang sinergis.
  3. the state of knowledge in a field, yaitu tema atau isu–isu baru di masyarakat yang mengundang perhatian publik. Misalnya, beberapa waktu lalu terjadi bentrok antar-pemeluk agama karena munculnya aliran baru dalam agama, seperti Ahmadiyah.
  4. solving a problem, yaitu keinginan menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat dengan segera. Misalnya, di masyarakat ada gejala orang mudah marah atau bersifat emosional terhadap kebijakan publik.
  5. social premiums (some topics are “hot” and invite challenges or opportunities. Ada tema atau topik tertentu yang menantang untuk diteliti dengan imbalan finansial yang cukup memadai.
  6. f. personal values, yakni nilai atau manfaat khusus secara pribadi atas hasil penelitian.
  7. everyday life, yakni peristiwa sehari-hari bisa menjadi lahan atau tema penelitain, baik yang berskala mikro maupun makro.
Namun demikian dari sekian banyak tahapan tersebut, tema penelitian untuk skripsi, tesis dan desertasi setidaknya memenuhi 3 (tiga) syarat R, yakni:
a. (R)elevansi Akademik, bahwa penelitian harus memberikan sumbangan keilmuan sesuai bidang studi yang kita tekuni).
b. (R)elevansi Sosial, bahwa penelitian harus menarik dan relevan dengan isu-isu yang terjadi d masyarakat.
c. (R)elevansi Institusional, bahwa penelitian mengangkat tema yang akrab dengan lembaga di mana kita bekerja atau belajar.

2. Determining a Research Paradigm
Selaras dengan tinjauan aksiologik, dalam khasanah metodologi penelitian atau kajian dikenal, paling tidak, tiga paradigma kajian utama, yaitu: (1) paradigma positivistik (positivistic paradigm), (2) paradigma interpretif (interpretive paradigm), dan (3) paradigma refleksif (reflexive paradigm). Lazimnya, paradigma positivistik disepadankan dengan pendekatan kuantitatif (quantitative approach), paradigma interpretif disepadankan dengan pendekatan kualitatif (qualitative approach), sedangkan paradigma refleksif disepadankan dengan pendekatan kritik (critical approach).

No.
Aksioma
Positivistik
Interpretif
Refleksif
1
Tujuan
Menjelaskan realitas
Memahami fenomena
Memberdayakan dan membebaskan
2
Dasar kenyataan
Stabil dan terpola
Cair dan mengalir
Penuh dengan pertentangan
dan dipengaruhi oleh struktur terselubung yang mendasarinya
3
Sifat dasar manusia
Rasional dan memiliki kepentingan pribadi, serta dipengaruhi oleh kekuatan di luar dirinya
Membentuk makna dan niscaya memberi makna terhadap dunia mereka
Manusia bersifat kreatif dan adaptif, tetapi cenderung terbelenggu dan tertindas oleh kesadaran palsu
4
Peran akal sehat
Berbeda dari dan tidak sahih dibanding pengetahuan keilmuan
Seperangkat teori keseharian yang digunakan dan bermanfaat bagi orang-orang tertentu
Keyakinan palsu yang menyelubungi kenyataan sebenarnya
5
Wujud Teori
Teori adalah sistem logik, deduktif, dan menggambarkan saling keterkaitan antara sejumlah difinisi, aksioma, dan hukum
Teori adalah paparan tentang bagaimana seperangkat sistem pemaknaan dihasilkan dan dipertahankan
Teori adalah kritik yang membuka atau mengungkap kenyataan sebenarnya dan membantu manusia melihat cara memperbaiki keadaan
6
Tolok Ukur Kebenaran Penjelasan
Apabila secara logik terkait dengan hukum serta didasarkan pada kenyataan
Apabila menyuarakan kembali atau memang dipandang benar oleh para pelaku sendiri
Manakala bisa memberi manusia seperangkat piranti yang diperlukan untuk mengubah kenyataan
7
Bukti kebenaran
Didasarkan pada pengamatan yang tepat sehingga orang lain bisa mengulanginya
Terpancang atau terkait konteks interaksi manusia yang cair dan mengalir
Ditakar berdasar kemampuannya dalam menyingkap struktur terselubung yang mendasari kepalsuan atau ketidak-adilan
8
Kedudukan nilai
Bebas nilai (value free) dan tidak memiliki tempat kecuali ketika seseorang memilih topik kajian
Bagian tak terpisahkan dari kenyataan manusia (value bound)
Ilmu harus mulai dari pendirian menurut tata-nilai tertentu
Ada nilai-nilai benar, ada pula nilai-nilai yang salah.
9
Langkah Kerja
(1) Perumusan masalah (research problem), yang meliputi kegiatan memilih masalah yang memenuhi syarat kelayakan dan kebermaknaa
(2) Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, yang mencakup kegiatan penelaahan teori dan hasil kajian sebelumnya,
(3) Perumusan hipotesis, sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan
(4) pemilihan atau pengembangan rancangan kajian,
(5) Pengembangan piranti atau alat pengumpulan data,
(6) Pengumpulan atau pemerolehan data,
(7) pengolahan data untuk menguji hipotesis,
(8) penafsiran hasil kajian, dan
(9) penarikan kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data,
(10) penyatu-paduan hasil kajian ke dalam bangunan pengetahuan sebelumnya, serta saran bagi kajian berikutnya.

(1) penentuan pumpun kajian (focus of study), yang mencakup kegiatan memilih masalah yang memenuhi syarat kelayakan dan kebermaknaan,
(2) pengembangan kepekaan teoretik dengan menelaah bahan pustaka yang relevan dan hasil kajian sebelumnya,
(3) penentuan kasus atau bahan kajian, yang meliputi kegiatan memilih dari mana dan dari siapa data diperoleh,
(4) pengembangan rancangan  pemerolehan dan pengolahan data, yang mencakup kegiatan menetapkan piranti, langkah dan teknik pemerolehan dan pengolahan data yang digunakan,
(5) pelaksanaan kegiatan pemerolehan data, yang terdiri atas kegiatan mengumpulkan data lapangan atau melakukan pembacaan naskah yang dikaji,
(6) pengolahan data perolehan, yang meliputi kegiatan penyandian (coding), pengkategorian (categorizing), pembandingan (comparing), dan pembahasan (discussing),
(7) negosiasi hasil kajian dengan subjek kajian, dan
(8) perumusan simpulan kajian, yang meliputi kegiatan penafsiran dan penyatu-paduan (interpreting and integrating) temuan ke dalam bangunan pengetahuan sebelumnya, serta saran bagi kajian berikutnya.
(1) penentuan topik kajian, yang mencakup kegiatan memilih dan merumuskan masalah yang bernilai bagi pembangkitan kesadaran manusia,
(2) penetapan pendirian filsafat dan atau ideologik, yang meliputi kegiatan penelaahan pemikiran-pemikiran yang relevan, dan perumusan secara eksplisit pokok-pokok pikiran yang digunakan sebagai landasan pengajuan kritik,
(3) pemilihan kasus atau bahan kajian, dengan menentukan dari mana dan dari siapa data diperoleh, (4) pengembangan strategi pemerolehan dan pengolahan data, yang terdiri atas kegiatan menetapkan piranti data, langkah dan teknik yang digunakan,
(5) pelaksanaan kegiatan pemerolehan data, yang mencakup kegiatan mengumpulkan data atau melakukan pembacaan naskah yang dikaji,
(6) pengolahan data perolehan, yang melipuiti kegiatan penyandian (coding), pengkategorian (categorizing), pembandingan (contrasting), dan pembahasan (discussing),
(7) perumusan simpulan kajian, yang dilakukan berdasarkan perenungan (reflextive thinking), dan
(8) pengajuan rekomendasi baik untuk arah kajian lanjutan maupun agenda pemberdayaan (empowerment agenda) ke depan.


3. Formulating  research question
Beberapa langkah untuk merumuskan pertanyaan penelitian:
  1. examining literature, yakni penelusuran literatur, selain dipakai untuk menyempitkan masalah sehingga researchable, juga untuk membantu menyadari bahwa penelitian ini akan memberi sumbangan pada topik yang lebih besar dan bahwa penelitian tersebut merupakan bagian dari penelitian sebelumnya, bukan fakta asing yang terpisah.
  2. talking over ideas with colleagues or experts, yakni mendiskusikan rencana atau topik penelitian dengan kolega, teman sejawat atau ahli untuk memperoleh masukan.
  3. applying to a specific context, mencoba memahaminya dengan lebih dalam pada konteks secara spesifik.
  4. defining the aims or desired outcome  of  the study, yakni menentukan tujuan yang hendak dicapai, apakah untuk menjelaskan realitas atau memahami fenomena.
4. Determining a research design.
Pada tahap ini peneliti membuat rancangan tentang prosedur dan metode yang akan dipakai untuk memperoleh data, bagaimana memperolehnya, siapa yang akan dihubungi, kapan pelaksanaannya dan di mana,  apa bentuk datanya, dan bagaimana cara analisisnya.

5. Collecting data
Secara umum kegiatan pengumpulan data terdiri atas observasi, wawancara, dan kuesioner. (masing-masing jenis perlu dibahas pada sesi tersendiri).

6. Analyzing data
Terdapat tiga model atau cara untuk menganalisis data kualitatif. Miles dan Huberman (1987) menganjurkan model analisis interaktif (interactive model) yang mengandung empat komponen yang saling berkaitan, yaitu (1) pengumpulan data, (2) penyederhanaan data, (3) pemaparan data, dan (4) penarikan dan pengajuan simpulan.
Spradley (1979) menganjurkan empat teknik analisis data kualitatif, yaitu (1) analisis ranah (domain analysis), (2) analisis taksonomik (taxonomic analysis), (3) analisis komponensial (componential analysis), dan (4) analisis tematik (thematic analysis).
Analisis ranah dimaksudkan untuk memperoleh pengertian umum dan relatif menyeluruh mengenai pokok permasalahan. Hasil analisis ini berupa pengetahuan tingkat “permulaan” tentang berbagai ranah atau kategori konseptual secara umum pula.
Pada analisis taksonomik, pusat perhatian ditentukan terbatas pada ranah yang sangat berguna dalam memaparkan gejala-gejala yang menjadi sasaran penelitian. Analisis taksonomik tidak saja berdasarkan data lapangan, tetapi juga berdasarkan hasil kajian pusataka. Beberapa ranah yang sangat penting dipilih dan dijadikan pusat perhatian untuk diselidiki secara mendalam.
Analisis komponensial dilakukan untuk mengorganisasikan perbedaan (kontras) antar-unsur dalam ranah yang diperoleh melalui pengamatan dan atau wawancara terseleksi.
Pada analisis tematik, peneliti menggunakan saran Bogdan dan Taylor (1975: 82-93) dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Membaca secara cermat keseluruhan catatan lapangan
  2. Memberikan kode pada topik-topik pembicaraan penting
  3. Menyusun tipologi
  4. Membaca kepustakaan yang terkait dengan masalah dan konteks penelitian.
Berdasarkan seluruh analisis, peneliti melakukan rekonstruksi dalam bentuk deskripsi, narasi dan argumentasi. Beberapa sub-topik disusun secara deduktif, dengan  mendahulukan kaidah-kaidah pokok yang diikuti dengan kasus dan contoh-contoh. Sub-topik selebihnya disajikan secara induktif, dengan memaparkan kasus dan contoh untuk ditarik kesimpulan umumnya.
Cara atau model  ketiga disarankan oleh Strauss dan Corbin (1990) dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) open coding, (2) axial coding, (3) selective coding, dan (4) the generation of a conditional matrix.

7. Interpreting data
Pada tahap ini peneliti melakukan  simpulan kajian, yang meliputi kegiatan penafsiran dan penyatupaduan (interpreting and integrating) temuan ke dalam bangunan pengetahuan sebelumnya.

8. Informing others.
Pada tahap ini peneliti menulis hasil penelitian dalam bentuk laporan penelitian, bisa dalam bentuk skripsi, tesis, desertasi atau laporan penelitian. Temuan penelitian disebarluaskan ke khalayak akademik untuk memperoleh masukan dan memberikan sumbangan bagi kemaslahatan umum. Dari temuan penelitian, kegiatan penelitian lebih lanjut dapat dilakukan.
Secara ringkas perbedaan antara skripsi, tesis dan desertasi sebagai berikut:

Unsur
Jenjang
Sarjana (S1)
Magister (S2)
Doktor (S3)
  1. Penampilan dalam bidang ilmu pengetahuan
Menguasai materi ilmu pengetahuan masing-masing
Menguasai teori dan metodologi ilmu pengetahuan masing-masing
Mampu mengembangkan ilmu pengetahuan masing-masing
  1. Penampilan dalam karya penelitian
Mahir dalam mengadakan penelitian deskriptif (monodisiplin)
Mahir dalam mengadakan penelitian analitis (monodisiplin)
Mahir dalam mengadakan penelitian empiris dan evaluatif (mono-, multi-, dan interdisipliner)
  1. Intensitas pemikiran
Berpikir rasional logis
Berpikir rasional kritis
Berpikir rasional, inovatif/kreatif
  1. Tanggung jawab pribadi
Memiliki kejujuran ilmiah
Memiliki integritas akademik/profesi
Memiliki komitmen social secara kritis emansipatoris (pengetahuan untuk kemajuan peradaban manusia dan kemanusiaan

D. Penutup
Sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahun, manajemen pendidikan Islam memiliki ciri dan kekhasan sendiri yang berbeda dengan bidang pengetahuan yang lain, baik dari aspek ontologik, epsitemologik maupun aksiologik. Pemahaman ontologik yang mencakup objek dan wilayah kajian, pemahaman epistemologik yang mencakup cara mengkajinya dan pemahaman aksiologik yang mencakup tujuan dan manfaat kajian penting dikuasai oleh setiap peneliti. Kekeliruan penetapan objek dan wilayah kajian akan berakibat sangat fatal,
Sebagai bidang ilmu lintas disiplin, manajemen pendidikan Islam memungkinkan untuk dikaji bersama para pakar di bidang lain, seperti pakar pendidikan, pakar manajemen (umum), dan pakar studi keislaman.
Dengan besarnya jumlah lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang sampai saat ini mencapai angka 85. 911 dengan jumlah siswa 11.531.028, maka  bidang studi ini sangat prospektif. Peminat studi ini pun juga semakin banyak. Seiring dengan upaya pengembangan dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan Islam, Indonesia sangat memerlukan ahli di bidang ini untuk membuat blue print pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan Islam secara nasional. Siapa tahu ahli dimaksud muncul dari kelas ini!
______________

Daftar Pustaka

Alvesson, Mats dan Kaj Skoldberg. 2000. Reflexive Methodology: New Vistas for Qualitative Research. London, Thousand Oaks, New Delhi: SAGE  Publications.
Denzin, Norman K and Yvonna S. Lincoln (eds.). 1994. Handbook of Qualitative Research. Thousands Oaks, California: SAGE Publications, Inc.
Faisal, Sanapiah. 1998. “Filosofi dan Akar Tradisi Penelitian Kualitatif”, Makalah, Disampaikan pada Pelatihan Metode Penelitian Kualitatif oleh Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (BMPTSI) Wilayah VII-Jawa Timur di Surabaya, 24-27 Agustus 1998.
Popper, K.R. 1972. Conjectures and refutations. The Growth of Scientific Knowledge. (4th edition). London: Routledge and Kegal Paul.
Rahardjo, Mudjia. 2005. Bahasa dan Kekuasaan: Studi Wacana Politik Abdurrahman Wahid dalam Perspektif Hermeneutika Gadamerian. Disertasi pada Program Doktor, Program Pascasarjana Universitas Airlangga.
Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Wida Sastra Bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Wuisman J.J.J. M. 1996. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Jilid 1, Asas-Asas. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sumber : http://www.mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/393-penelitian-manajemen-pendidikan-islam-sebuah-pencarian-metodologik34.html

Minggu, 28 Juli 2013

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

PENGERTIAN, DAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : A. Farhan Syaddad dan Agus Salim

A. Pendahuluan
Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan (Didin dan Hendri, 2003:1). Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan Rumah Tangga sampai dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efektif dan efisien.
Pendidikan Agama Islam dengan berbagai jalur, jenjang, dan bentuk yang ada seperti pada jalur pendidikan formal ada jenjang pendidikan dasar yang berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), jenjang pendidikan menengah ada yang berbentuk Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan pada jenjang pendidikan tinggi terdapat begitu banyak Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan berbagai bentuknya ada yang berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas. Pada jalur pendidikan non formal seperti Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak (TPA), Majelis Ta’lim, Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jalur Pendidikan Informal seperti pendidikan yang diselenggarakan di dalam keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Kesemuanya itu perlu pengelolaan atau manajemen yang sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan hanya gambaran negatif tentang pendidikan Islam yang ada pada masyarakat akan tetap melekat dan sulit dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang hak itu akan hancur oleh kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi yang berada di sekelilingnya, sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun rapi”.
Makalah sederhana ini akan membahas tentang pengertian dan fungsi-fungsi manajemen pendidikan Islam, sebagai pengantar diskusi pekuliahan Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Islam di Universitas Ibnu Khaldun Bogor.

B. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam.
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372) management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.
Ramayulis (2008:362) menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :

يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّونَ

Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain (Robbin dan Coulter, 2007:8).
Sedangkan Sondang P Siagian (1980 : 5) mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktif. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis (2008:260) adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.

C. Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan Islam
Berbicara tentang fungsi manajemen pendidikan Islam tidaklah bisa terlepas dari fungsi manajemen secara umum seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang industriyawan Prancis, dia mengatakan bahwa fungsi-fungsi manajemn itu adalah merancang, mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sementara itu Robbin dan Coulter (2007:9) mengatakan bahwa fungsi dasar manajemen yang paling penting adalah merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan. Senada dengan itu Mahdi bin Ibrahim (1997:61) menyatakan bahwa fungsi manajemen atau tugas kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi berbagai hal, yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.
Untuk mempermudah pembahasan mengenai fungsi manajemen pendidikan Islam, maka kami (kelompok 1) akan menguraikan fungsi manajemen pendidikan Islam sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Robbin dan Coulter yang pendapatnya senada dengan Mahdi bin Ibrahim yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/kepemimpinan, dan pengawasan.

1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang optimal. Demikian pula halnya dalam pendidikan Islam perencanaan harus dijadikan langkah pertama yang benar-benar diperhatikan oleh para manajer dan para pengelola pendidikan Islam. Sebab perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan, kesalahan dalam menentukan perencanaan pendidikan Islam akan berakibat sangat fatal bagi keberlangsungan pendidikan Islam. Bahkan Allah memberikan arahan kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain sebuah rencana apa yang akan dilakukan dikemudian hari, sebagaimana Firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Al Hasyr : 18 yang berbunyi :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسُُ مَّاقَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرُُ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ketika menyusun sebuah perencanaan dalam pendidikan Islam tidaklah dilakukan hanya untuk mencapai tujuan dunia semata, tapi harus jauh lebih dari itu melampaui batas-batas target kehidupan duniawi. Arahkanlah perencanaan itu juga untuk mencapai target kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kedua-duanya bisa dicapai secara seimbang.
Mahdi bin Ibrahim (l997:63) mengemukakan bahwa ada lima perkara penting untuk diperhatikan demi keberhasilan sebuah perencanaan, yaitu :
-  Ketelitian dan kejelasan dalam membentuk tujuan
-  Ketepatan waktu dengan tujuan yang hendak dicapai
- Keterkaitan antara fase-fase operasional rencana dengan penanggung jawab operasional, agar mereka  mengetahui fase-fase tersebut dengan tujuan yang hendak dicapai

Perhatian terhadap aspek-aspek amaliah ditinjau dari sisi penerimaan masyarakat, mempertimbangkan perencanaa, kesesuaian perencanaan dengan tim yang bertanggung jawab terhadap operasionalnya atau dengan mitra kerjanya, kemungkinan-kemungkinan yang bisa dicapai, dan kesiapan perencanaan melakukan evaluasi secara terus menerus dalam merealisasikan tujuan.
Kemampuan organisatoris penanggung jaawab operasional.
Sementara itu menurut Ramayulis (2008:271) mengatakan bahwa dalam Manajemen pendidikan Islam perencanaan itu meliputi :
Penentuan prioritas agar pelaksanaan pendidikan berjalan efektif, prioritas kebutuhan agar melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan, masyarakat dan bahkan murid.
Penetapan tujuan sebagai garis pengarahan dan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan
Formulasi prosedur sebagai tahap-tahap rencana tindakan.
Penyerahan tanggung jawab kepada individu dan kelompok-kelompok kerja.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Manajeman Pendidikan Islam perencanaan merupakan kunci utama untuk menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa perencanaan yang matang aktivitas lainnya tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan mungkin akan gagal. Oleh karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin agar menemui kesuksesan yang memuaskan.

2. Fungsi Pengorganisasian (organizing)
Ajaran Islam senantiasa mendorong para pemeluknya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan rapi, sebab bisa jadi suatu kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dengan mudah bisa diluluhlantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi.
Menurut Terry (2003:73) pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksnakan untuk mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses.
Organisasi dalam pandangan Islam bukan semata-mata wadah, melainkan lebih menekankan pada bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan secara rapi. Organisasi lebih menekankan pada pengaturan mekanisme kerja. Dalam sebuah organisasi tentu ada pemimpin dan bawahan (Didin dan Hendri, 2003:101)
Sementara itu Ramayulis (2008:272) menyatakan bahwa pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah proses penentuan struktur, aktivitas, interkasi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas. Dalam lembaga pendidikan Isla, baik yang bersifat individual, kelompok, maupun kelembagaan.
Sebuah organisasi dalam manajemen pendidikan Islam akan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan jika konsisten dengan prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan organisasi yaitu Kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Jika kesemua prinsip ini dapat diaplikasikan secara konsisten dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan islam akan sangat membantu bagi para manajer pendidikan Islam.
Dari uraian di atas dapat difahami bahwa pengorganisasian merupakan fase kedua setelah perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Pengorganisasian terjadi karena pekerjaan yang perlu dilaksanakan itu terlalu berat untuk ditangani oleh satu orang saja. Dengan demikian diperlukan tenaga-tenaga bantuan dan terbentuklah suatu kelompok kerja yang efektif. Banyak pikiran, tangan, dan keterampilan dihimpun menjadi satu yang harus dikoordinasi bukan saja untuk diselesaikan tugas-tugas yang bersangkutan, tetapi juga untuk menciptakan kegunaan bagi masing-masing anggota kelompok tersebut terhadap keinginan keterampilan dan pengetahuan.

3. Fungsi Pengarahan (directing).
Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada rekan kerja sehingga mereka menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja efektif menuju sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Di dalam fungsi pengarahan terdapat empat komponen, yaitu pengarah, yang diberi pengarahan, isi pengarahan, dan metode pengarahan. Pengarah adalah orang yang memberikan pengarahan berupa perintah, larangan, dan bimbingan. Yang diberipengarahan adalah orang yang diinginkan dapat merealisasikan pengarahan. Isi pengarahan adalah sesuatu yang disampaikan pengarah baik berupa perintah, larangan, maupun bimbingan. Sedangkan metode pengarahan adalah sistem komunikasi antara pengarah dan yang diberi pengarahan.
Dalam manajemen pendidikan Islam, agar isi pengarahan yang diberikan kepada orang yang diberi pengarahan dapat dilaksanakan dengan baik maka seorang pengarah setidaknya harus memperhatikan beberapa prinsip berikut, yaitu : Keteladanan, konsistensi, keterbukaan, kelembutan, dan kebijakan. Isi pengarahan baik yang berupa perintah, larangan, maupun bimbingan hendaknya tidak memberatkan dan diluar kemampuan sipenerima arahan, sebab jika hal itu terjadi maka jangan berharap isi pengarahan itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh sipenerima pengarahan.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa fungsi pengarahan dalam manajemen pendidikan Islam adalah proses bimbingan yang didasari prinsip-prinsip religius kepada rekan kerja, sehingga orang tersebut mau melaksanakan tugasnya dengan sungguh- sungguh dan bersemangat disertai keikhlasan yang sangat mendalam.

4. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan Didin dan Hendri (2003:156) menyatakan bahwa dalam pandangan Islam pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak.
Dalam pendidikan Islam pengawasan didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus menerus untuk menjamin terlaksananya perencanaan secara konsekwen baik yang bersifat materil maupun spirituil.
Menurut Ramayulis (2008:274) pengawasan dalam pendidikan Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut: pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah Swt, menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana berbagai perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.
Penutup
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pendidikan Islam adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Banyak sekali para ulama di bidang manajemen yang menyebutkan tentang fungsi-fungsi manajemen diantaranya adalah Mahdi bin Ibrahim, dia mengatakan bahwa fungsi manajemen itu di antaranya adalah Fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Bila Para Manajer dalam pendidikan Islam telah bisa melaksanakan tugasnya dengan tepat seuai dengan fungsi manajemen di atas, terhindar dari semua ungkupan sumir yang menyatakan bahwa lembaga pendidikan Islam dikelola dengan manajemen yang asal-asalan tanpa tujuan yang tepat. Maka tidak akan ada lagi lembaga pendidikan Islam yang ketinggalan Zaman, tidak teroganisir dengan rapi, dan tidak memiliki sisten kontrol yang sesuai.
Tulisan sederhana yang telah kami (kelompoik1) persembahkan dihadapan anda sebagai bahan pengantar diskusi ini semoga bermanfaat adanya. Terimakasih
Wallahu ‘alam.

Bahan Bacaan
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
Sondang P Siagian, Filsafah Administrasi, CV Masaagung, Jakarta, 1990
Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema Insani, Jakarta, 2003.
Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 1997
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Rineka Cipta, 2004.
George R Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2006
Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), PT Indeks, Jakarta, 2007
UU sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003