Jumat, 25 April 2014

LANDASAN AKSIOLOGI ILMU PENGETAHUAN

Oleh : SURIKIN, S.Ag.

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam hidup dan kehidupannya, manusia sejak zaman Nabi Adam hingga sekarang saat berinteraksi dengan lingkungannya selalu menemui berbagai persoalan hidup dan kehidupan. Melalui penalaran rasio, pengalaman, pengamatan panca indra dan intuisinya, masalah demi masalah mampu diatasi dan diselesaikannya. Melalui penalaran rasio, pengalaman, pengamatan panca indra dan intuisinya pula, manusia mampu menyusun teori demi teori dan mengembangkannya menjadi berbagai macam  ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan inilah manusia mampu menghadapi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan, serta mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak zaman Nabi Adam hingga sekarang ini, tahap demi tahap manusia mampu meningkatkan taraf hidupnya ke arah yang lebih baik dan maju. Melalui ilmu pengetahuan juga manusia mampu menciptakan teknologi, mulai dari teknologi sederhana sampai ke teknologi canggih. Dengan demikian tidaklah salah jika ada pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada masalah tidak ada ilmu pengetahuan, seperti yang dikemukakan oleh Archie J. Bahm (1993) : “No problems, no science. Scientific knowledge results from solving scientific problems. No problems, no solutions, no scientific knowledge.[1] Artinya : Tidak ada masalah, tidak ada ilmu. Hasil pengetahuan ilmiah dari pemecahan masalah ilmiah. Tidak ada masalah, tidak ada solusi, tidak ada pengetahuan ilmiah.
Dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki, manusia mampu mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek. Ini terjadi secara terus menerus mulai dari pengetahuan yang paling sederhana sampai pada pengetahuan yang lebih baik dan sempurna. Manusia sejak dari balita  mulai diarahkan dan dididik untuk mencari dan memahami ilmu. Hal ini dilakukan karena ilmu merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan manusia, sebab dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang  kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan dan kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Agar ilmu pengetahuan tidak menjadi ancaman bagi kehidupan manusia dan alam semesta, maka dalam perumusan, penerapan dan pengembangannya diperlukan landasan atau dasar yang benar serta berpihak pada nilai-nilai kebaikan, kemanusiaan dan kerahmatan. Landasan yang dikembangkan oleh para ilmuwan dalam ilmu filsafat meliputi landasan ontologi, epistemologi, dan landasan aksiologi. Dengan berlandaskan ketiga landasan tersebut, diharapkan  ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah diciptakan dan dikembangkan oleh manusia mampu meningkatkan taraf hidup manusia tanpa harus menimbulkan bencana dan malapetaka. Namun itu semua lebih banyak tergantung kepada manusia dalam penggunaannya.
Untuk mengetahui secara mendalam apakah ilmu pengetahuan yang telah dirumuskan oleh manusia itu telah sesuai dengan tujuannya apa belum, memberi manfaat bagi kehidupan manusia apa tidak, mampu meningkatkan taraf hidup manusia apa tidak, maka perlu dilakukan pengkajian dengan menggunakan ilmu filsafat. Atas dasar berbagai pemikiran itulah, dalam pembelajaran Filsafat Ilmu ini penulis berusaha untuk membahas lebih jauh tentang “Landasan Aksiologi Ilmu Pengetahuan”.

B.       Permasalahan
Permasalahan yang perlu dibahas dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.        Apakah pengertian aksiologi?
2.        Apakah pengertian ilmu pengetahuan itu?
3.        Bagaimana landasan aksiologi ilmu pengetahuan?


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Aksiologi
Secara etimologi, aksiologi berasal dari kata axios yang berarti “nilai” dan logos yang berarti “teori”. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.[2] Aksiologi yang bahasa Inggrisnya Axiology diartikan sebagai “The study of the nature of values and value judgments”.[3] Artinya Studi tentang sifat nilai-nilai dan pertimbangan nilai.
Dari segi istilah, aksiologi  adalah ilmu pengetahuan yang membahas nilai-nilai yang memberi batas-batas bagi pengembangan ilmu.[4] Aksiologi diartikan pula sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.[5] Menurut John sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau sebuah sistem seperti politik, sosial dan agama. Sistem memiliki rancangan  sebagaimana tatanan, rancangan, dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.[6]
Brameld (dalam Endraswara, 2012) membagi aksiologi menjadi tiga, yaitu:
1)    Moral conduct, yaitu tindakan moral yang membentuk disiplin ilmu khusus yaitu etika;
2)    Esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan yang memformulasikan disiplin ilmu estetika;
3)    Socio-political life, kehidupan sosio-politik yang melahirkan filsafat sosio-politik.[7]
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari atau membahas tentang sifat-sifat nilai, hakekat nilai, serta nilai-nilai yang memberi batasan bagi pengembangan ilmu, baik itu nilai etika, estetika maupun nilai sosial politik.
Karena aksiologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari dan membahas tentang nilai, maka di sini perlu juga dijelaskan pengertian tentang nilai. Dari segi bahasa, nilai diartikan sebagai sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.[8] Menurut Brennan, nilai adalah kualitas yang dipahami dalam estetika, etika, moral dan pengalaman religius, bukanlah murni pandangan pribadi terbatas pada lingkungan manusia. Nilai merupakan bagian dari keseluruhan situasi metafisik di alam semesta seluruhnya (bukan hanya bagian dari manusia). Sedang Katsoff menyebutkan empat macam arti nilai, yaitu :
1.        Mengandung nilai artinya berguna
2.        Merupakan nilai artinya baik, atau benar atau indah
3.        Mempunyai nilai artinya mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan seseorang bersikap menyetujui
4.        Memberi nilai artinya menjadi objek keinginan.[9]
Nicholas Rescher  memberi beberapa batasan tentang nilai, sebagai berikut :
1.        Suatu benda atau barang memiliki nilai atau bernilai, apabila orang menginginkannya kemudian berusaha atau menambah keinginan untuk memilikinya (George Lundberg).
2.        Nilai adalah sesuatu yang menimbulkan penghargaan (R. Part and E. W. Burgess).
3.   Nilai adalah dorongan untuk memperhatikan objek, kualitas, atau keadaan yang dapat memuaskan keinginan. (Richard T. La Piere).
4.        Nilai adalah sesuatu objek dari setiap keinginan (Howard Becker).
5.     Nilai adalah harapan atau setiap keinginan atau dipilih oleh seseorang, kadang-kadang dalam praktek : apa yang diinginkan oleh seseorang (Stuart C. Dodd).
6.    Nilai adalah arti yang diberikan atau yang diikuti dalam perbuatan berdasarkan dari hasil pengamatan empirik para warga masyarakat (Florjan Znaniceki).
7.    Nilai adalah konsep, eksplisit atau implisit, yang berbeda dari setiap orang atau kelompok, keinginan mengadakan pilihan tentang arti perbuatan dan tujuan perbuatan Kluckhohn).
8.    Nilai adalah dasar-dasar keinginan bernegara yang mengatur bagi perbuatan kemanusiaan  atau pedoman-pedoman umum perundang-undangan yang mengatur kehidupan bermasyarakat (Neil J. Smelser).[10]
Dari beberapa pengertian dan batasan tentang nilai tersebut, sesuatu dianggap mempunyai nilai jika sesuai dengan keinginan dan tujuan manusia, bernilai (baik, benar atau indah), berharga, serta bermanfaat dan berguna bagi kepentingan hidup manusia.

B.       Pengertian Ilmu Pengetahuan
Secara harfiah kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilmi yang berarti pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata science yang berarti pengetahuan dan aktivitas mengetahui. Sedangkan kata pengetahuan berarti “segala sesuatu yang diketahui”.[11] Pengetahuan semakna dengan kata knowledge yang berarti sejumlah informasi yang diperoleh manusia melalui pengamatan, pengalaman, dan penalaran.[12]
Dari dua pengertian antara ilmu dan pengetahuan tersebut, dapat dipahami bahwa ada perbedaan antara ilmu dan pengetahuan. Ilmu lebih menitikberatkan pada aspek teoritisasi dari sejumlah pengetahuan yang diperoleh dan dimiliki manusia, sedangkan pengetahuan tidak mengisyaratkan teoritisasi dan pengujian (Fathul Mufid, 2008: 3). Walaupun terdapat perbedaan antara keduanya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pengetahuan merupakan sejumlah informasi yang menjadi landasan awal bagi lahirnya ilmu. Tanpa didahului oleh pengetahuan, ilmu tidak akan ada dan tidak mungkin ada. (Cecep Sumarna dalam Fathul Mufid, 2008: 3).
Menurut Harsojo Guru Besar Universitas Padjajaran menyatakan bahwa ilmu adalah :
a.    merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan.
b.    suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia.
c.    suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan sesuatu proposisi dalam bentuk; “jika . . . , maka . . . .!”.[13]
Setiap manusia yang hidup selalu terkait dengan pengetahuan, sebab bagaimanapun manusia selalu menemui problema yang problema itu harus dipecahkan dengan pengetahuan yang dia miliki atau dengan apa yang dia ke­tahui.
Sesuai dengan dasar dan sifat manusia yang se­lalu ingin tahu, maka manusia selalu bergumul dengan pencarian pengetahuan. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk ke dalamnya ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping ber­bagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.[14] Menurut Hatta, pengetahuan bisa didapat dari pengalaman dan keterangan dengan pembuktian untuk me­nemukan kausalitasnya. Yang pertama disebut dengan pengetahuan dan yang kedua disebut ilmu. Ilmu senantiasa mengemukakan pertanyaan tentang bagaimana duduknya se­suatu dan apa penyebabnya.[15]
Dari uraian Jujun dan Hatta di atas, sudah jelas ­perbedaan antara pengetahuan dan ilmu atau sering di­istilahkan dengan ilmu pengetahuan. Dalam Ensiklopedia Indonesia yang dikutip oleh Burhanuddin Salam dijelaskan bahwa ilmu pengetahuan adalah: suatu sistem dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan, suatu sistem dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu (induksi, deduksi).[16] 
Menurut sejarahnya, manusia dalam mengatasi problema kehidupannya dengan pengetahuan yang didapat dari pengalamannya, baru kemudian semakin tinggi kebudayaan manusia lahirlah apa yang disebut ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan merupakan langkah akhir dari perkembangan mental manusia dan merupakan pencapaian tertinggi dari kebudayaan manusia. Dalam mengungkap ilmu, orang seringkali bermula melihatnya dari induk ilmu yakni filsafat, karena dilatar belakangi bahwa yang disebut ilmu pada awalnya tidak lain adalah ilmu filsafat. Dari filsafat yang bersifat umum kemudian lahir ilmu yang bersifat khusus seperti filsafat alam yang mempelajari benda-benda, gejala-geja­la alam, inilah akhirnya yang menjadi natural science.
Dalam membicarakan ilmu pengetahuan terdapat ba­nyak penafsiran.
Pertama, istilah pengetahuan itu dapat disamakan penger­tiannya dengan wetenschap yang punya pengertian seluas-luasnya karena mencakup segenap pengetahuan manusia yang manapun juga yang tersusun dan terkumpul secara sistema­tik. Kedua, istilah ilmu pengetahuan dapat juga diartikan se­bagai apa yang dalam bahasa Inggris disebut science ya­itu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang bahan-bahannya terdapat di luar diri manusia.
Ketiga, istilah ilmu pengetahuan dapat juga dipakai un­tuk menunjukkan pada suatu kumpulan pengetahuan yang se­sungguhnya sudah siap pakai atau applied science.[17]  Menurut Soejono, pengertian ilmu diatas mencakup pengertian yang seluas-luasnya sehingga meliputi ilmu pengetahuan kefilsafatan, ilmu pengetahuan teoritik positif atau ilmu pengetahuan teoritik-empirik (science) dan ilmu pengetahuan terapan.
Dari beberapa pengertian tentang ilmu, pengetahuan dan ilmu pengetahuan sebagaimana yang telah dikemukakan  dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimak­sud dengan ilmu pengetahuan adalah suatu bidang yang berasal dari berbagai pengetahuan yang didapatkan sebagai hasil dari suatu gejala yang dianalisa dan diperiksa secara teliti dengan menggunakan metode-metode tertentu (secara rasional, sistematik, logis, dan konsisten), sehingga didapat penjelasan mengenai gejala yang bersangkutan. Jadi ilmu pengetahuan itu konkrit dan tidak terbatas, yaitu dapat diukur kebenarannya. Kehadiran objek dan subjek tidak dapat dipisahkan atau memiliki keterkaitan satu sama lainnya.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan pemikiran manusia, ilmu pengetahuan makin berkembang dengan pesat, makin mengkerucut dan spesifik. karena itulah para ilmuwan membagi ilmu pengetahuan menjadi beberapa klasifikasi. Salah satu klasifikasi ilmu pengetahuan adalah sebagaimana yang dilakukan oleh Herbert Spencer, beliau membagi ilmu pengetahuan menjadi :
a.    Kelompok ilmu murni (pure science), dan
b.    Kelompok ilmu praktis (applied science).[18]
Ilmu-ilmu itu dikatakan murni jika : 1) dipelajari dan dikembangkan dengan tujuan untuk memajukan ilmu itu sendiri, 2) memperkaya diri dengan mendapatkan pengertian-pengertian yang lebih mendalam dan lebih sistematis mengenal ruang lingkup atau daerah penelitiannya. Misalnya ilmu psikologi, dikatakan ilmu sosial murni, apabila tujuan psikologi secara langsung  ingin memperoleh pengetahuan yang sistematis tentang tingkah laku individu dalam hubungannya dengan individu lainnya. Sedangkan ilmu-ilmu dikatakan sebagai ilmu terapan apabila ilmu tersebut dipelajari secara sadar untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapi manusia. Seperti prinsip-prinsip sosiologi sebagai hasil studi ilmu murni yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi akan melahirkan ilmu terapan yang disebut “sosiologi pendidikan”. Contoh lain sebagai ilmu terapan adalah psikologi pendidikan, antropologi pendidikan, ekologi pendidikan dan sebagainya.[19]
Dengan mengetahui lebih jauh tentang pengertian aksiologi dan ilmu pengetahuan beserta hal-hal yang terkait dengannya, diharapkan akan mempermudah di dalam melakukan kajian terhadap landasan aksiologi ilmu pengetahuan.

C.       Landasan Aksiologi Ilmu Pengetahuan
Landasan aksiologi adalah hubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan perkataan lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan yang meliputi nilai-nilai, atau parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan itu dalam konteks kawasan yang terkait dalam kehidupan yaitu kawasan sosial, kawasan fisik material, kawasan spiritual, dan kawasan simbolik yang masing-masing mempunyai kriteria yang berbeda. Lebih-lebih dari itu aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah normatif  bagi penerapan ilmu pengetahuan itu ke bidang praktis.[20]
Aksiologi ilmu pengetahuan merupakan strategi untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi harus :
1)   Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran yang hakiki, maka perilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran dan tidak berorientasi kepada kepentingan langsung.
2)    Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak mencampuri permasalahan kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik.
3)        Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan universal.[21]
Pada dasarnya ilmu pengetahuan yang telah dirumuskan dan dikembangkan oleh manusia harus mempunyai nilai guna bagi kepentingan hidup dan kehidupan manusia. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan harus dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia sesuai dengan kodratnya. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan harus mampu menjadi rahmat bagi manusia dan alam semesta sebagaimana Firman Allah SWT :
!$tBur š»oYù=yör& žwÎ) ZptHôqy šúüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ  
Artinya    :  “Kami tiada mengutus engkau (ya Muhammad), melainkan menjadi rahmat untuk semesta alam”.[22] (QS. Al-Anbiya (21) : 107)

Dengan demikian, setiap ilmu pengetahuan tidak terlepas dari adanya nilai, baik ilmu eksak maupun ilmu-ilmu sosial, apalagi ilmu kerohanian.
Manusia sejak dari balita  mulai diarahkan dan dididik untuk mencari dan memahami ilmu. Hal ini dilakukan karena ilmu merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan manusia, sebab dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang  kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan dan kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian, timbul pertanyaan apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri.  Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab, jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Untuk membahas aksiologi ilmu pengetahuan lebih lanjut, disini akan dibagi menjadi 3 bagian yaitu : pertama, kegunaan ilmu pengetahuan, kedua, cara ilmu pengetahuan menyelesaikan masalah dan ketiga, netralitas ilmu pengetahuan.
1.        Kegunaan ilmu pengetahuan
Dalam perjalanan sejarah hidup manusia, diakui atau tidak telah banyak manfaat dan kegunaan ilmu pengetahuan bagi manusia. Namun ada kritik yang harus mendapatkan perhatian dari semua pihak, karena ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dikembangkan demi kesejahteraan umat manusia ternyata dimanfaatkan sebagai alat untuk merusak manusia itu sendiri dan lingkungannya. Seperti digunakannya bom dan senjata nuklir secara besar-besaran, peluru kendali antar benua dan lain sebagainya.  
Manfaat ilmu telah banyak dirasakan oleh manusia, diantaranya adalah :
a.    ilmu dengan segala tujuan dan artinya, sampai batas-batas tertentu telah banyak membantu manusia dalam mencapai tujuan hidup dan kehidupannya, yaitu kehidupan yang lebih baik.
b.    Ilmu menghasilkan teknologi, yang memungkinkan manusia dapat bergerak atau bertindak dengan cermat, dan tepat, karena ilmu dan teknologi merupakan hasil kerja pengalaman, observasi, eksperiman dan verifikasi.
c.    Dengan ilmu dan teknologi, manusia dapat mengubah wajah dunia di mana manusia itu sendiri tinggal, mengubah cara manusia bekerja, cara manusia berpikir.
d.   Dengan ilmu dan teknologi, memungkinkan manusia untuk mengurangi rintangan-rintangan ruang dan waktu, seperti sistem komunikasi modern.[23]
Contoh kegunaan ilmu dan teknologi bagi kehidupan manusia adalah seperti ilmu biologi, fisika, matematika, kimia sebagai ilmu murni telah menyumbangkan berbagai teori dan hukum-hukumnya kepada ilmu kedokteran sebagai ilmu terapan (ilmu guna pakai) dalam usaha manusia untuk :
-       Menghindarkan diri dari penyakit,
-       Menyembuhkan penyakit,
-       Memperbaiki usaha-usaha kehidupan untuk hidup sehat,
-       Dan sebagainya.[24]
Terkait dengan kegunaan ilmu pengetahuan (sains) ini, Ahmad Tafsir (2012) membedakannya menjadi tiga yaitu : 1) sebagai alat membuat eksplanasi, 2) sebagai alat peramal, dan 3) sebagai alat pengontrol.[25]

     a.     Sebagai alat membuat eksplanasi
Menurut T. Jacob (dalam Ahmad Tafsir, 2012) sains merupakan suatu sistem eksplanasi yang paling dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya dalam memahami masa lampau, masa sekarang, serta mengubah masa depan.[26]
Contoh kasus :
Ada tiga bersaudara yang terdiri dua laki-laki dan satu perempuan. Mereka  nakal, sering mabuk, membuat keonaran, sering bolos sekolah, tidak naik kelas, dan pindah sekolah. Orang tuanya telah bercerai dan meninggalkan mereka di tempat barunya, karena keduanya telah menikah lagi. Namun biaya hidup ketiga bersaudara itu bersama pembantunya tidak kurang. Untuk mengeksplanasikan (menjelaskan) kasus ini, kita harus menguasai teori tentang nakal. Menurut teori sains pendidikan, anak-anak yang orang tuanya cerai (biasanya disebut broken home), dan pada umumnya akan berkembang menjadi anak nakal. Penyebabnya diantaranya yaitu mereka tidak mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tuanya, kurang atau bahkan tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup dari orang tuanya. Ketercukupan biaya hidup yang diberikan oleh orang tuanya tidaklah cukup untuk mendidik anak ke arah yang lebih baik sampai ia dewasa, karena kebutuhan manusia bukan hanya materi saja tetapi juga diperlukan ketercukupan kebutuhan rohani.

     b.    Sebagai alat peramal (prediksi)
Setelah diketahui faktor penyebab dari suatu gejala, maka tindakan selanjutnya adalah menggunakan faktor-faktor penyebab itu untuk membuat ramalan atau prediksi.
Contoh : dengan banyaknya pasangan suami istri yang bercerai, maka dapat diprediksi bahwa kenakalan remaja akan meningkat, semakin banyak anak yang putus sekolah dan banyak siswa yang tidak naik kelas.

     c.     Sebagai alat pengontrol
Seorang ilmuwan, selain mampu membuat prediksi berdasarkan eksplanasi gejala juga dapat menggunakannya untuk membuat kontrol. Kontrol merupakan tindakan-tindakan yang diduga dapat mencegah terjadinya gejala yang tidak diharapkan atau gejala yang memang diharapkan. Agar kontrol yang dilakukan lebih efektif, maka sebaiknya kontrol tidak hanya satu macam.
Contoh kaitannya dengan kasus di atas : karena diprediksi anak-anak yang orang tuanya bercerai itu akan menjadi anak yang nakal, maka kontrol atau upaya yang perlu dilakukan adalah perlu adanya orang yang mampu menggantikan fungsi sebagai orang tua misalnya paman, bibi atau kakeknya.
2.        Cara ilmu pengetahuan menyelesaikan masalah
Ilmu atau sains berisi tentang teori-teori yang dibuat untuk memudahkan kehidupan manusia. Dalam kehidupannya manusia selalu menemui masalah demi masalah, yang mana dalam menghadapi masalah itu manusia menggunakan teori-teori ilmu itu untuk menyelesaikan atau mengatasinya.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan masalah secara sederhana adalah sebagai berikut :
a.       Mengidentifikasi masalah, dengan melakukan observasi di lapangan dan penelitian-penelitian.
b.      Mencari teori-teori terkait masalah yang telah diidentifikasi
Misalnya mencari teori tentang sebab-sebab terjadinya kenakalan remaja, setelah ditemukan beberapa teori maka dipilih teori yang diperkirakan paling tepat untuk menyelesaikan masalah kenakalan remaja.
c.       Mencari teori yang menjelaskan tentang cara memperbaiki kenakalan remaja, setelah ditemukan cara-cara dilanjutkan dengan menyampaikan usulan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pihak-pihak terkait.[27]

3.        Netralitas  ilmu pengetahuan
Bagaimana sebaiknya ilmu pengetahuan itu digunakan? Apakah harus netral (bebas nilai) apa tidak netral (terikat nilai)? Untuk menjawab pertanyaan ini, akan disampaikan beberapa pendapat.   Menurut Mukti Ali, sains itu netral, seperti pisau, digunakan untuk apa saja itu terserah penggunanya. Pisau itu dapat digunakan untuk membunuh (salah satu perbuatan jahat) dan dapat juga digunakan untuk perbuatan lain yang baik. Begitulah teori-teori sains, ia dapat digunakan untuk kebaikan dan dapat pula untuk kejahatan. Kira-kira begitulah pengertian sains netral itu. Netral  biasanya diartikan sebagai tidak memihak. Yang dimaksud di sini adalah tidak memihak kepada kebaikan  dan tidak juga kejahatan.
Keuntungan jika sains netral adalah perkembangan sains akan cepat terjadi. Karena tidak ada yang menghambat atau menghalangi tatkala peneliti (1) memilih dan menetapkan objek yang hendak diteliti, (2) cara meneliti, (3) tatkala menggunakan produk penelitian. Orang yang menganggap sains tidak netral, akan dibatasi oleh nilai dalam (1) memilih objek penelitian, (2) cara meneliti, dan (3) menggunakan hasil penelitian.
Sebagaimana contoh tatkala peneliti akan meneliti cara kerja jantung, maka menurut orang yang menganut paham sains netral ia akan menggunakan manusia yang sesungguhnya sebagai objeknya, tapi bagi penganut sains tidak netral ia akan mengambil jantung hewan yang mempunyai kemiripan dengan jantung manusia. Karena percobaan kepada manusia secara langsung akan diartikan sebagai bentuk penyiksaan dan ini bertentangan dengan keyakinannya terhadap agama.
Menurut Ahmad Tafsir (2012), yang paling bijaksana adalah memihak paham bahwa sains tidak netral, karena sains itu bagian dari kehidupan dan kehidupan itu secara keseluruhan tidaklah netral. Disamping itu, sains tidak netral adalah paham yang sesuai dengan semua ajaran agama dan sesuai pula dengan niat ilmuwan dalam menciptakan teori sains. Jadi sebenarnya tidak ada jalan bagi penganut sains netral.[28]

  

BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
1.    Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari atau membahas tentang sifat-sifat nilai, hakekat nilai, serta nilai-nilai yang memberi batasan bagi pengembangan ilmu, baik itu nilai etika, estetika maupun nilai sosial politik.
Sesuatu itu dikatakan mempunyai nilai apabila sesuai dengan keinginan dan tujuan manusia, serta bermanfaat dan berguna bagi kepentingan hidup manusia.
2.    Ilmu pengetahuan adalah suatu bidang yang berasal dari berbagai pengetahuan yang didapatkan sebagai hasil dari suatu gejala yang dianalisa dan diperiksa secara teliti dengan menggunakan metode-metode tertentu (secara rasional, sistematik, logis, dan konsisten), sehingga didapat penjelasan mengenai gejala yang bersangkutan. Jadi ilmu pengetahuan itu konkrit dan tidak terbatas, yaitu dapat diukur kebenarannya. Kehadiran objek dan subjek tidak dapat dipisahkan atau memiliki keterkaitan satu sama lainnya.
Ilmu dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a.    Kelompok ilmu murni (pure science), dan
b.    Kelompok ilmu praktis (applied science).
3.    Aksiologi ilmu pengetahuan merupakan strategi untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi harus :
a.    Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran yang hakiki, maka perilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran dan tidak berorientasi kepada kepentingan langsung.
b.    Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak mencampuri permasalahan kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik.
c.    Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan universal
Ilmu pengetahuan merupakan bagian dari kehidupan manusia, maka  dari itu hendaknya digunakan secara bijaksana, sehingga ilmu pengetahuan mampu memberi arti yang positif bagi manusia dan alam semesta.

B.       Penutup
Demikian makalah yang sangat sederhana ini telah berhasil disusun, mudah-mudah dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan bagi teman-teman mahasiswa pasca sarjana STAIN Kudus serta pembaca pada umumnya. Amin.
Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.


  
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012)
Archie J. Bahm, Axiology : The Science of Values, (Amsterdam – Atlanta : 1993), Edition Rodopi BV.
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).
Fathul Mufid, Filsafat Ilmu Islam, (Kudus : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2008).
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1987).
Kamrani Buseri, Manfaat dan Dampak Ilmu Pengetahuan, baca di http://islamsejatih.blogspot.com/2013/08/manfaat-dan-dampak-ilmu-pengetahuan.html diakses tanggal 14 April 2014.
Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Selangor : Klang Book Centre, 1990).
Maman Rachman, dkk., Filsafat Ilmu, (Semarang : UPT MKU Universitas Negeri Semarang, 2009).
Soejono Soemargono,  Filsafat Ilmu Pengetahuan,  (Yogyakarta : Nur Cahaya, 1983).
Suparman Syukur, Epistemologi Islam Skolastik Pengaruhnya pada Pemikiran Islam Modern, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007).
Suwardi Endraswara, Filsafat ilmu: Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode  Ilmiah, (Jakarta: PT. Buku Seru. 2012).
The Free Dictionary, baca di http://www.thefreedictionary.com/ axiological,  diakses tanggal 13 April 2014.
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus bahasa Indonesia,  (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008).



[1]Archie J. Bahm, Axiology : The Science of Values, (Amsterdam – Atlanta : 1993), Edition Rodopi BV,   h. 11.
[2]Fathul Mufid, Filsafat Ilmu Islam, (Kudus : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2008), h. 82.
[3]The Free Dictionary, baca di http://www.thefreedictionary.com/axiological,  diakses tanggal 13 April 2014.
[4]Maman Rachman, dkk., Filsafat Ilmu, (Semarang : UPT MKU Universitas Negeri Semarang, 2009), h. 158.
[5]Fathul Mufid, Op.Cit., h. 83.
[6]Suwardi Endraswara, Filsafat ilmu: Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode  Ilmiah, (Jakarta: PT. Buku Seru. 2012), h. 146.
[7]Ibid., h. 148.
[8]Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus bahasa Indonesia,  (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008),  h. 1004.
[9]Maman Rachman, dkk., Op. Cit., h. 167.
[10]Maman Rachman, dkk., Op. Cit., h. 166.
[11]Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia,  Op. Cit., h. 1414.
[12]Fathul Mufid, Op. Cit., h. 3.
[13]Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 9.
[14]Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1987), h. 104.
[15]Kamrani Buseri, Manfaat dan Dampak Ilmu Pengetahuan, baca di http://islamsejatih.blogspot.com/2013/08/manfaat-dan-dampak-ilmu-pengetahuan.html diakses tanggal 14 April 2014.
[16]Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 9.
[17]Soejono Soemargono,  Filsafat Ilmu Pengetahuan,  (Yogyakarta : Nur Cahaya, 1983),  h. 1. 
[18]Fathul Mufid, Op. Cit., h. 6.  
[19]Burhanuddin Salam,  Op. Cit., h. 11.
[20]Suparman Syukur, Epistemologi Islam Skolastik Pengaruhnya pada Pemikiran Islam Modern, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), h. 210.
[21]Maman Rachman, dkk., Op. Cit., h. 159-160.
[22]Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Selangor : Klang Book Centre, 1990), h. 480.
[23]Burhanuddin Salam, Op. Cit., h. 25.
[24]Ibid., h. 25-26.
[25]Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012 ), h. 37.
[26]Ibid. h. 37-38.
[27]Ibid. h. 43-44.
[28]Ibid. h. 45-49.