Rabu, 30 November 2011

Citra Guru Profesional

   

Pembelajaran di luar kelas

     

BAB I   PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi manusia terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memberi dan mengembangkan pengetahuan peserta didik. Tetapi, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser. Hal itu selain karena perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang

yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial.
B.    Rumusan Masalah
  1. Apa Pengertian Citra Guru Profesional ?
  2. Apa Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Citra Guru ?
  3. Bagaimana Identifikasi dan Contoh Citra Guru ?
C.    Tujuan
  1. Menjelaskan Definisi Citra Guru
  2. Menjelaska Citra Guru dari Masa ke-masa
  3. Mengetahui Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Citra Guru

BAB II  PEMBAHASAN

 
A.    Pengertian
Menurut kamus besar bahasa indonesia terdapat pengertian kata citra dan profesional
Citra merupakan gambaran, rupa, gambaran yang dimiliki mengenai orang banyak, mengenai pribadi, organisasi atau produk, kesan mental yang ditimbulkan oleh sebuah kata, fase atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa untuk evaluasi
Profesi merupakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan atau pendidikan tertentu
  • Profesional, berkenaan dengan pekerjaan, berkenaan dengan keahlian, memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya, mengharuskan citra adanya pembayaran untuk melakukannya
  • Profesionalisme merupakan kualitas, mutu dan tindak tanduk yang merupakan suatu profesi
Guru (dalam bahasa jawa) seorang yang harus digugu dan harus ditiru oleh semua muridnya. Harus di gugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai  kebenaran oleh semua murid. Segala ilmu pengetahuan yang datang dari guru dijadikan sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu dibuktikan atau diteliti lagi. Seorang guru juga harus ditiru, artinya seorang guru menjadi suri tauladan bagi semua muridnya. Mulai dari cara berfikir, cara bebicara, hingga cara berprilaku sehai-hari. Sebagai seorang yang harus digugu dan ditiru seorang dengan sendirinya memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi murid.
Dalam sebuah proses pendidikan guru merupakan satu komponen yang sangat penting, selain komponen lainnya seperti tujuan, kurikulum, metode, sarana dan prasarana lingkungan, dan evaluasi
Guru profesional adalah guru yang mampu menerapkan hubungan yang berbentuk multidimensional guru yang demikian adalah guru yang secara internal memenuhi kriteria administratif, akademis dan kepribadian.
Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi manusia terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memberi dan mengembangkan pengetahuan peserta didik. Tetapi, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser. 
Hal itu selain karena perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial.
Slogan pahlawan tanpa tanda jasa senantiasa melekat pada profesi guru. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya yang begitu tinggi dan tulus dalam dunia pendidikan. Tidak hanya itu, sikap kearifan, kedisiplinan, kejujuran, ketulusan, kesopanan serta sebagai sosok panutan menjadikan profesi satu ini berbeda dengan yang lain. Lantaran tanggung jawab dari profesi guru tidak berhenti pada selesai ia mengajar, melainkan keberhasilan siswa dalam menangkap, memahami, mempraktekkan serta mengamalkan ilmu yang diterima dalam kehidupan sehari-hari baik langsung maupun tak langsung. 
Hal ini membuat citra seorang guru di mata masyarakat selalu berada di tempat yang lebih baik dan mulia. Djamin (1999) mengemukakan citra guru mempunyai arti sebagai suatu penilaian yang baik dan terhormat terhadap keseluruhan penampilan yang merupakan sosok pengembang profesi ideal dalam lingkup fungsi, peran dan kinerja.
Citra guru ini tercermin melalui:
  • Keunggulan mengajar,
  • Memiliki hubungan yang harmonis dengan peserta didik, dan
  • Memiliki hubungan yang harmonis pula terhadap sesama teman seprofesl dan pihak lain baik dalam sikap maupun kemampuan profesional.
Dari sudut pandang peserta didik, citra guru ideal adalah seseorang yang senantiasa memberi motivasi belajar yang mempunyai sifatfsifat keteladanan, penuh kasih sayang, serta mampu mengajar di dalam suasana yang menyenangkan.

B.    Citra Guru dalam Masyarakat Tradisional (Pramodem)

Di dalam bahasa Sansekerta, guru berarti yang dihormati. Rasa hormat ini sampai kini masih hidup di tengah masyarakat tradisional/pedesaan. Mereka masih menaruh rasa hormat dan status sosial yang tinggi terhadap profesi guru. Di kepulauan Sangihe, misalnya, masyarakat menyebut guru pria dengan panggilan tuan, lengkapnya tuan guru, suatu panggilan yang penuh rasa kagum dan hormat terhadap profesi guru.

Masyarakat pedesaan umumnya menganggap profesi guru sebagai profesi orang suci (saint) yang mampu memberi pencerahan dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan di dalam diri siswa. Selain itu sebagian besar masyarakat tradisional memiliki mitos yang kuat bahwa guru adalah profesi yang tidak pernah mengeluh dengan gaji yang minim, profesi yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan profesi yang bangga dengan gelar pahlawan tanpa tanda jasa.

Dalam pandangan masyarakat tradisional, guru dianggap profesional jika anak sudah dapat membaca, menulis dan berhitung, atau anak mendapat nilai tinggi, naik kelas dan lulus ujian.

C.     Citra Guru dalam Masyarakat Modern

Dalam pandangan masyarakat modern, guru belum merupakan profesi yang profesional jika hanya mampu membuat murid membaca, menulis dan berhitung, atau mendapat nilai tinggi, naik kelas, dan lulus ujian. Masyarakat modern menganggap kompetensi guru belum lengkap jika hanya dilihat dari keahlian dan ketrampilan yang dimiliki melainkan juga dari orientasi guru terhadap perubahan dan inovasi.

Bagi masyarakat modern, eksistensi guru yang mandiri, kreatif, dan inovatif merupakan salah satu aspek penting untuk membangun kehidupan bangsa. Banyak ahli berpendapat bahwa keberhasilan negara Asia Timur (Cina, Korsel dan Jepang) muncul sebagai negara industri baru karena didukung oleh penduduk/SDM terdidik dalam jumlah yang memadai sebagai hasil sentuhan manusiawi guru.

Salah satu bangsa modern yang menghargai profesi guru adalah bangsa Jepang. Bangsa Jepang menyadari bahwa guru yang bermutu merupakan kunci keberhasilan pem bangunan. She no on wa yama yori mo ta/(ai umiyorimo fu/(ai yang berarti jasa guru lebih tinggi dari gunung yang paling tinggi, lebih dalam dari laut paling dalam. Hal ini merupakan ungkapan penghargaan bangsa Jepang terhadap profesi guru.
Guru pada sejumlah negara maju sangat dihargai karena guru secara spesifik, 
  • Memiliki kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan;
  • Memiliki ketajaman pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan sosial untuk membangun pendidikan yang bermutu; dan 
  • Memiliki perencanaan yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektil untuk membangun humanware (SDIVI) yang unggul, bermaltabat dan memiliki daya saing.

Keunggulan mereka adalah terus maju untuk mencapai yang terbaik dan memperbaiki yang terpuruk. Mereka secara berkelanjutan (sustainable) terus menigkatkan mutu diri dari guru biasa ke guru yang baik dan terus berupaya meningkat ke guru yang Iebih baik dan akhirnya menjadi guru yang terbaik, yang mampu memberi inspirasi, ahli dalam materi, memiliki moral yang tinggi dan menjadi teladan yang baik bagi siswa.

Di negara kita, guru yang memiliki keahlian spesialisasi harus diakui masih Iangka. Walaupun sudah sejak puluhan tahun disiapkan, namun hasilnya masih belum nampak secara nyata. Ini disebabkan karena masih cukup banyak guru yang belum memiliki konsep diri yang baik, tidaktepat menyandang predikat sebagai guru, dan mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan keahliannya (m/Vsmatch). Semuanya terjadi karena kemandirian guru belum nampak secara nyata, yaitu sebagian guru belum mampu melihat konsep dirinya (se/fconsepz), ide dirinya (se/fidea), dan realita dirinya (se/frea/ity). Tipe guru sepeni ini mustahil dapat menciptakan suasana kegiatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM).

Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi manusia terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Dalam hal ini profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memberi dan mengembangkan pengetahuan pesena didik. Namun, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi, dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser.

Hal itu selain karena perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial. Artinya, penguasaan ilmu pengetahuan tidak lagi menjadi hegemoni guru, tetapi menyebar seluas perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti dunia penerbitan, buku, majalah, koran, Serta media elektronik lainnya. Untukitu, posisi krusial guru perlu dijernihkan tatkala kita hendak merumuskan kembali pendidikan yang Iebih memajukan masa depan generasi berikutnya.

Dengan demikian, para guru dituntut tampil lebih profesional, lebih tinggi ilmu pengetahuannya dan lebih cekatan dalam penguasaan teknologi komunikasi dan informasi. Artinya, guru mau tidak mau dan dituntut harus terus meningkatkan kecakapan dan pengetahuannya selangkah ke depan lebih dari pengetahuan masyarakat dan anak didiknya. Dalam kehidupan bermasyarakat pun guru diharapkan lebih bermoral dan berakhlak daripada masyarakat kebanyakan, tetapi di situlah muncul problem tatkala para guru tidak memiliki kemampuan materi untuk memiliki segala akses dan jaringan informasi sepeti TV, buku-buku, majalah, dan koran. Guru-guru memiliki gaji dan tunjangan yang jauh dari cukup untuk meningkatkan profesinya sekaligus memperkaya informasi mengenai perkembangan pengetahuan dan berbagai dinamika kehidupan modern. Sehingga, rasanya sangat sulit di era modern ini guru dapat tampil lebih profesional, memiliki tanggung jawab moral profesi sebagai konsekuensi etisnya.

D.    Guru Abad 21 adalah Guru dengan Profesionalitas Tinggi

Memasuki abad 21, tugas guru tidak akan semakin ringan. Menurut Wardiman Djojonegoro dalam ke|1as kerjanya yang disampaikan pada SeminarNasional Wawasan Profesi Guru Tahun ZUUQ ICMI On/vil Jawa Timur di Surabaya tanggal 21 Desember 1996, bangsa kita menyiapkan diri untuk memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Ciri SDM yang berkualitas tersebut adalah
  • Memiliki kemampuan dalam menguasai keahlian dalam suatu bidang yang berkaitan dengan iptek;
  • Mampu bekerja secara profesional dengan orientasimutu dan keunggulan; dan 
  • Dapat menghasilkan karya-kalya unggul yang mampu bersaing secara global sebagai hasil dari keahlian dan profesionalitasnya.

Makagiansar (1990) menyebutkan bahwa untuk menghadapi era globalisasi, Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam bidang pendidikan adalah ketidakpastian. Untuk itu seseorang harus memiliki empat kemampuan, yaitu kemampuan antisipasi, kemampuan menge|1i dan mengatasi masalah, kemampuan mengakomodasi, dan kemampuan melakukan reorientasi.

Tilaar (1998) menyatakan bahwa masyarakat millenium ketiga nanti mempunyai karakteristik masyarakat teknologi, masyarakat terbuka dan masyarakat madani yang secara keseluruhan akan berpengaruh pada visi, misi dan tujuan pendidikan. Pertumbuhan teknologi akan mengubah bentuk dan cara hidup manusia yang sama sekali akan berlainan dengan kehidupan manusia dewasa ini. Teknologi dapat memajukan kehidupan manusia tetapi juga dia akan mampu menghancurkan kebudayaan manusia itu sendiri. Kemajuan teknologi pula yang akan membuka dunia sekaan tanpa batas, baik geografis, sosial maupun budaya. Saling keterpengaruhanantara bangsa yang satu dengan bangsa yang Iain akan menjadi ciri utama masyarakatterbuka. 
Secara optimistik, masyarakat yang terbuka tersebut akan bermuara pada lahirya masyarakat madani, masyarakat yang berkembang baik kemampuan intelektualnya, maupun aspek- aspek kehidupan lainnya Sena tanggung jawabnya. Sesungguhnya, dengan tantangan yang dihadapi ke depan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi yang sangat kuat, kemampuan dasar yang mesti dimiliki bangsa ini tidak boleh hanya sebatas penguasaan kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Harusjauh melampaui tiga hal tersebut.

Menghadapi tantangan demikian, diperlukan guru yang benar-benar profesional. Tilaar (1998) memberikan empat ciri utama agar seorang guru terkelompok ke dalam guru yang profesional. Masing-masing adalah:
  • Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
  • Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik
  • Memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat; dan
  • Sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan.

Menurut Djojonegoro (1996) guru yang bermutu memiliki paling tidak empat kriteria utama, yaitu kemampuan profesional, upaya profesional, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional dan kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya. Kemampuan profesional meliputi kemampuan intelegensia, sikap dan prestasi kerjanya. Upaya profesional adalah upaya seorang guru untuk mentransformasikan kemampuan profesional yang dimilikinya ke dalam tindakan mendidik dan mengajar secara nyata. Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional menunjukkan intensitas waktu dari seorang guru yang dikonsentrasikan untuktugas-tugas profesinya. Guru yang bermutu ialah mereka yang dapat membelajarkan siswa secara tuntas, benar dan berhasil. Untuk itu guru harus menguasai keahliannya, baik dalam disiplin ilmu pengetahuan maupun metodologi mengajarnya.

Selanjutnya Samani (1996) mengemukakan empat prasyarat agar seorang guru dapat profesional. Masing-masing adalah kemampuan guru mengolah/menyiasati kurikulum, kemampuan guru mengaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan, kemampuan guru memotivasi siswa untuk belajar sendiri dan kemampuan guru untuk mengintegrasikan berbagai bidang Studi/mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang utuh. Nlasih terkait dengan harapan-harapan yang digayutkan di pundaksetiap guru, H. Muhammad Surya, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, mengemukakan ada sembilan karakteristik citra guru yang diidealkan. Nlasing- masing adalah guru yang:
  • Memiliki semangatjuang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketaqwaan yang mantap,
  • Mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan Iingkungan dan perkembangan iptek,
  • Mampu belajar dan bekerja sama dengan profesi lain,
  • Memiliki etos kerja yang kuat,
  • Memiliki kejelasan dan kepastian pengembangan jenjang karir,
  • Berjiwa profesionalitas tinggi,
  • Memiliki kesejahteraan Iahir dan batin, material dan nonmaterial,
  • Memiliki wawasan masa depan, dan
  • Mampu melaksanakan fungsi dan peranannya secara terpadu.
E.    Faktor-Faktor yang Nlempengaruhi Citra Guru

Sudjana (dalam Mustafa, 2005) menjelaskan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru yang mengakibatkan rendahnya citra guru disebabkan oleh faktor berikut:
  1. Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapa pundapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan;
  2. Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru; dan 
  3. Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya.

Syah (2000) menyorot rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme guru, penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran yang masih berada di bawah standar, sebagai penyebab rendahnya mutu guru yang bermuara pada rendahnya citra guru. Secara rinci dari aspek guru rendahnya mutu guru menurut
Sudarminta (dalam Nlujiran, 2005) antara Iain tampak dari gejala-gejala berikut: 
  1. Lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan;
  2. Ketidaksesuaian antara bidang Studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan Iapangan yang diajarkan; 
  3. kurang efektifnya cara pengajaran; 
  4. Kurangnya wibawa guru di hadapan murid; 
  5. Lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul- betul menjadi guru; 
  6. Kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap dalam cukup banyak guru sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; kebanyakan guru dalam hubungan dengan murid masih hanya berfungsi sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; dan 
  7. Relatif rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru yang masuk LPTK (Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan) dibandingkan dengan yang masuk Universitas.

Uraian di atas memberikan penekanan bahwa profesionalisme merupakan Salah satu garansi bagi peningkatan citra guru. Hal ini sejalan dengan pesan penting yang muncul dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pengakuan guru dan dosen sebagai profesi diharapkan dapat memacu tumbuhnya kesadaran terhadap mutu dan gilirannya akan meningkatkan citra guru di tengah masyarakat. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 (1) bahwa profesi guru dan dosen mempakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.

Sanusi (1991) menunjuk ciri-ciri profesi, mencakup fungsi dan signifikansi sosial dari profesi tersehut, keterampilan para anggota profesi yang diperoleh melalui pendidikan dan atau Iatihan yang akuntabel, adanya disiplin ilmu yang kokoh, kode etik, dan adanya imbalan finansial dan material yang sepadan. Kemudian, secara teknis penguatan profesionalisme itu dikaitkan dengan pentingnya perhatian terhadap kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa Salah satu upaya untuk meningkatkan citra guru adalah dengan menguasai kompetensi guru dengan baik.


BAB III  PENUTUP

Rangkuman
  1. Citra guru mempunyai arti sebagai suatu penilaian yang baik dan terhormat terhadap keseluruhan penampilan yang merupakan sosok pengembang profesi ideal dalam Iingkup fungsi, peran dan kinerja.
  2. Citra guru ini tercermin melalui keunggulan mengajar, memiliki hubungan yang harmonis dengan peserta didik, memiliki hubungan yang harmonis pula terhadap sesama teman seprofesi dan pihak Iain baik dalam sikap maupun kemampuan profesional.
  3. Masyarakat pedesaan umumnya menganggap profesi guru sebagai profesi orang suci yang mampu memberi pencerahan dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan di dalam diri siswa. Selain itu sebagian besar masyarakat tradisional memiliki mitos yang kuat bahwa guru adalah profesi yang tidak pernah mengeluh dengan gaji yang minim, profesi yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan profesi yang bangga dengan
  4. Dalam pandangan masyarakat modern, guru belum merupakan profesi yang profesional jika hanya mampu membuat murid membaca, menulis dan berhitung, atau mendapat nilai tinggi, naik kelas dan Iulus ujian. Nlasyarakat modern menganggap kom-petensi guru belum Iengkap jika hanya dilihat dari keahlian dan ketrampilan yang dimiliki melainkan juga dari orientasi guru terhadap perubahan dan inovasi.
  5. Sudjana dalam Mustafa (2005) menjelaskan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru yang mengakibatkan rendahnya citra guru disebabkan oleh faktor berikut, (1) adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapa pun dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan; (2) kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru; (3) banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya.



DAFTAR PUSTAKA

Bafadal, Ibrahim.2004 Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasa.Jakarta:Bumi Aksara

Chulsum Umi, Windy Novia.2oo6 kamus Besar Bahasa Indonesia.Surabaya:Kashiko

Nurdin Muhammad.2008.Kiat Menjadi Guru Profesional.Jogjakarta:Ar-Ruzz

Aqid Zainal, Elham Rohmati.2008.Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah.Bandung:CV. Yrama Widya

Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi. 2000. RefonnasiPendidikan dalam konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Katya Nusa.

Makagiansar, Makamina. 1990. Dimensi dan Tantangan Pendidikan dalam Era Globalisasi. Mimbar Pendidikan. Nomor 4 Tahun IX:

Samani, Muchlas. 1996. Prospek Guru Tahun 2000. Makalah SeminarNasiona/ Wawasan Profesi Guru Tahun 200Q ICMI On/vil Jawa Timur, 21 Desember 1996 di Surabaya.

Supriadi, Dedi 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Surya, Muhammad. 2000. Aspirasi Peningkatan Kemampuan Profesional dan Keseja hteraan Guru. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun ke 5 Nomor 021. Jakarta: Balitbang Depdiknas.

Suyanto. 200 1 .Wadah dan Dinamaka Pendidikan Anak Bangsa. Yogyakarta: Adicita. Tilaar, H .A. R. 1998. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif abad Xxi. Magelang: Tera Indonesia.

Artikel Pendidikan : Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru




Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru adalah Makalah yang membahas keprofesionalitasan guru khususnya membahas kode etik guru, Guru dalam menjalani profesinya sebagai guru perlu mematuhi dan mempelajari kode etik Guru di indonesia, untuk lebih lengkapnya silakan anda simak Makalah di bawah ini .


Latar Belakang.
Mendiknas Bambang Sudibyo adalah pencanangan “Guru Sebagai Profesi”. Sebagai suatu profesi, guru memerlukan kode etik. Draf kode etik guru di indonesia tersebut selain diambil dari kode etik yang sudah dimiliki PGRI dan memperoleh masukan dari para profesor doktor bidang pendidikan, juga dengan membandingkan kode etik yang dimiliki oleh profesi lain. Artinya, secara prosedural penyusunan draf kode etik guru itu sudah sesuai mekanisme kerja yang benar. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa draf itu dapat dikatakan final dan layak untuk disahkan menjadi kode etik guru
Namun, hingga saat ini tampaknya penyusunan draft tersebut belum kelar juga. Padahal pengesahannya sangat ditunggu banyak pihak, khususnya masyarakat pengguna jasa layanan pendidikan dan, tentunya, para guru itu sendiri. Bagi masyarakat, dengan adanya kode etik guru, mereka akan memperoleh pelayanan pendidikan yang lebih professional dari para guru. Karena, dalam kode etik tersebut akan diatur persyaratan keahlian minimal yang harus dimiliki profesi tersebut. Selain itu, kode etik merupakan janji dari sebuah profesi untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat Dengan demikian mereka tidak perlu merasa khawatir lagi putra-putri mereka dididik guru-guru yang tidak layak dan asal-asalan.

Selain itu, masyarakat tidak perlu merasa khawatir lagi menjadi bola permainan beberapa guru seperti sering terjadi selama ini. Meski pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi guru-guru untuk berjualan buku kepada murid-muridnya, namun dengan berbagai dalih dan cara, mereka tetap saja memaksa murid-murid membeli buku yang mereka tunjuk, yang merupakan hasil kerjasamanya dengan penerbit tertentu. Murid tidak diberi kesempatan untuk menggunakan buku lain, sehingga seolah ilmu dari buku tersebut saja yang paling bermutu. Dan untuk mempertahankan pangsa pasarnya pada tahun berikutnya, maka buku-buku tersebut sudah tidak bisa dipakai oleh kelas berikutnya.

Model ‘pemerasan lainnya’ guru membuka les privat bagi murid-muridnya, meski hal ini juga sudah ada larangannya. Namun, karena para orang tua takut kalau terjadi apa-apa pada anaknya jika tidak mengikuti les tersebut, maka dengan terpaksa mengikutkan anaknya les tersebut


Tujuan

Pembuatan Makalah ini bertujuan :
  • Dapat mengetahui Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru
  • Mengetahui bagaimana profesionalisme seorang guru mentaati kode etik guru

Rumusan Masalah
  • Apa arti kode etik guru yang sebenarnya
  • Bagai mana menerapkan kode etik guru


Batasan masalah

Pembahasan Makalah ini hanya terbatas pada Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru


A. Pengertian Profesi

Profesi berasal dari bahasa latin "Proffesio" yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi: kegiatan "apa saja" dan "siapa saja" untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keah-lian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.

Menurut Dedi Supriadi 1999 profesi guru adalah orang suatu pelayanan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan.

Abin syamsudin 2000. Mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki rang pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan tingkat tinggi

Galbreath, J. 1999 profesi guru adalah orang yang Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik.


B. Profesional

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.

Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu;
  1. Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; 
  2. Penguasaan ilmu yang kuat; 
  3. Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
  4. Pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.


C. Kode Etik Guru

Pengaturan mengenai hubungan guru- peserta didik (murid) dalam kode etik guru adalah hal yang seharusnya dominan dan utama, karena sebenarnya kode etik itu dibuat untuk memperjelas relasi guru-murid, sehingga tidak sampai terjadi pelanggaran etika profesi guru. Tetapi bila kita mencermati bunyi Pasal 8 draf kode etik di atas, terasa belum jelas aturan mengenai relasi guru dengan murid. Ketidakjelasan juga dalam pengaturan hubungan antara guru dan orangtua/wali murid (Pasal 9), masyarakat (Pasal 10), sekolah dan rekan sejawat (Pasal 11), profesi (Pasal 12), organisasi profesi (Pasal 13), dan pemerintah (Pasal 14). Ketidakjelasan relasi guru dengan murid dan stakeholder lain itu akan menyulitkan pelaksanaan UU Guru. Sebab, beberapa pasal RUU Guru, termasuk dasar pemberian sanksi administratif, mengacu kode etik guru

Bila rumusan kode etiknya tidak begitu jelas, bagaimana Dewan Kehormatan Guru (Pasal 30–32 RUU Guru) dapat bekerja dengan baik, padahal salah satu tugas Dewan Kehormatan Guru memberi saran dan pertimbangan dalam rangka pelaksanaan tugas profesional dan Kode Etik Guru Indonesia.


Berbeda misalnya kode etik yang menyangkut hubungan guru dengan murid itu berbunyi:
  • Guru tidak boleh memberi les privat kepada muridnya;
  • Guru tidak boleh menjual buku pelajaran atau benda-benda lain kepada murid;
  • Guru tidak boleh berpacaran dengan murid;
  • Guru tidak boleh merokok di depan kelas/murid;
  • Guru tidak boleh melakukan intimidasi, teror, dan tindak kekerasan kepada murid,
  • Guru tidak boleh melakukan penistaan terhadap murid;
  • Guru tidak boleh ber-HP ria di dalam kelas, dan sebagainya

Yang menjadi masalah bagi kalangan pendidikan bukanlah belum adanya kode etik guru, melainkan sudah sejauh mana guru-guru di negeri ini mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan kode etik guru tersebut, baik dalam mendidik anak bangsa ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, guru betul-betul menjadi suri teladan bagi seluruh komponen bangsa di mana pun berada.

Kaitannya dengan sertifikasi guru, saya secara pribadi sangat setuju dengan pendapat Profesor Dr. H. Achmad Sanusi, M.P.A. Idelanya, tim asesor datang langsung menguji dan meneliti kemampuan guru dalam mengajar di depan kelas dan yang telah lulus sertifikasi pun ikut sertifikasi ulang secara berkala dan berkesinambungan, misalnya lima tahun sekali. Namun menurut informasi dari dinas terkait, yang menjadi kendala adalah banyaknya guru yang akan disertifikasi belum sebanding dengan banyaknya tim asesor yang ada hingga saat ini.

Sebagai solusi menanggulangi masalah ini, terpaksa dengan penilaian portofolio seperti yang sekarang dilaksanakan. Saya mengetahui informasi tersebut, sebab kebetulan saya sudah dinyatakan lulus sertifikasi periode 2006. Kalau ada yang meragukan hasil dari penilaian portofolio, sebaiknya kita semua harus memberikan masukan, saran, dan solusi yang dianggap paling baik, efektif, efisien, dan accountable bukan hanya mengkritisi, tanpa memberikan solusi.

Sebagai seorang guru yang bertugas di daerah perdesaan, ujian sertifikasi itu hendaknya dilaksanakan sebelum seseorang diangkat menjadi guru. Hal ini bisa diterapkan mulai pengangkatan guru yang akan datang. Dengan kata lain, ujian penerimaan CPNS khusus guru bahkan kalau bisa, diberlakukan sejak ujian penerimaan calon mahasiswa baru fakultas pendidikan di semua perguruan tinggi negeri maupun swasta di seluruh Indonesia, materinya mengambil dari standar minimal kelayakan calon guru Indonesia/SMKCGI. Yang kisi-kisinya atau kalau mungkin soal-soalnya juga ditentukan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dan bisa dikembangkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Atau mengacu kepada standar kompetensi dan kualifikasi berdasar pada PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab VI Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.

Dengan membaca PP No. 19 Tahun 2005 akan jelas bahwa untuk menjadi seorang tenaga pendidik yang profesional tidaklah mudah, mereka harus benar-benar teruji dan memenuhi persyaratan. Setelah diberlakukannya uji sertifikasi yang diikuti dengan mendapatkan tunjangan profesi bagi guru, diharapkan ada peningkatan kesejahteraan yang diikuti dengan peningkatan kinerja


Berikut adalah isi kode etik guru
  1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila
  2. Guru memiliki dan melaksanakan kewjujuran professional
  3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
  4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar
  5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
  6. Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu da martabat profesinya
  7. Guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanana nasional
  8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organiosasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
  9. Guru melaksanaakn segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan


A. Kesimpulan

Dengan adanya kode etik guru, maka akan ada majelis kehormatan yang akan mengawal pelaksanaan kode etik tersebut. Jika ada guru yang melanggar kode etiknya, maka dewan kehormatan ini yang akan memberi sangsi kepada guru yang melanggar.

Dari pihak guru sendiri, pengakuan bahwa pekerjaan guru merupakan sebuah profesi akan memiliki beberapa arti. Pertama, dengan diakui sebagai sebuah profesi tentu akan meningkatkan salary mereka, sehingga mereka tidak perlu mencari obyekan lain untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan demikian mereka lebih memiliki waktu dan biaya untuk pengembangan keahliannya. Kedua, pengakuan tadi juga akan meningkatkan prestise pekerjaan guru.


B. Saran

Yang perlu diatur dalam kode etik guru adalah apa yang boleh dan tidak boleh atau pantas dan tidak pantas dilakukan seorang guru. Indikator "boleh-tidak boleh dan pantas-tidak pantas" suatu tindakan harus jelas agar memberi arah jelas untuk bertindak atau menilai apakah seorang guru melanggar kode etik atau tidak. Bila indikator "boleh-tidak boleh atau pantas-tidak pantas" itu tidak jelas, baik bagi guru maupun orang lain, sulit untuk menilai apakah guru itu melanggar kode etik atau tidak.


DAFTAR PUSTAKA

Supriadi, D. 1998. Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta: Depdikbud.

Surya, H.M. 1998. Organisasi dan Profesi. No. 7/1998. Hlm. 15-17.

http://makalahfrofesikependidikan.blogspot.com/2010/07/penerapan-kode-etik-pada-profesi-guru.html

Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.

Artikel Pendidikan : Tugas dan Fungsi Guru


 
Tugas Guru - Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar memersosialisasikan sikap keguruan yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan dari pengetahuan sikap danm keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.

Guru yang memahami fungsi dan tugasnya tidak hanya sebatas dinding sekolah saja, tetapi juga sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat yang juga memiliki beberapa tugas menurut Rostiyah (dalam Djamarah, 2000 : 36) mengemukakan bahwa fungsi dan tugas guru profesional adalah :

  1. Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman
  2. Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila
  3. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. 2 Tahun 1983
  4. Sebagai prantara dalam belajar
  5. Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan. Pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut kehendak hatinya
  6. Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat
  7. Sebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan apabila guru menjalaninya terlebih dahulu
  8. Sebagai adminstrator dan manajerGuru sebagai perencana kurikulum
  9. Guru sebagai pemimpin
  10. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak
Seorang guru baru dikatakan sempurna jika fungsinya sebagai pendidik dan juga berfungsi sebagai pembimbing. Dalam hal ini pembimbing yang memiliki sarana dan serangkaian usaha dalam memajukan pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik yang sekaligus sebagai seorang pembimbing. Contohnya guru sebagai pendidik dan pengajar sering kali akan melakukan pekerjaan bimbingan, seperti bimbingan belajar tentang keterampilan dan sebagainya dan untuk lebih jelasnya proses pendidikan kegiatan mendidik, mengajar dan membimbing sebagai yang taka dapat dipisahkan.

Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembanganya dengan jelas dmemberikan langkah dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Sebagai pendidik guru harus berlaku membimbing dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini yang terpenting ikut memecahkan persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.

Dari uraian di atas secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar dapat disebutkan sebagai berikut :

1. Fasilitator
Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar mengajar.

2. Motivator
Sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar

3. Informator
Sebagai informator guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum.

4. Pembimbing
Peran guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing

5.  Korektor
Sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan buruk

6. Inspirator
Sebagai inspirator guru harus dapat membedakan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik

7. Organisator
Sebagai organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan oleh guru dalam bidang ini memiliki kegiatan pengelolaan kegiataan akademik dan lain sebagainya.

8. Inisator
Sebagai inisiator guru harus dapat menjadi pencetur ide-ide kemajuan dan pendidikan dalam pengajaran

9.  Demonstrator
Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran anak didik pahami

10. Pengelolaan kelas
Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah tempat terhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelaaran dari guru.

11. Mediator
Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya baik media non material maupun material.

12. Supervisor
Guru hendaknya dapat membantu memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.

13. Evaluator
Guru dituntut untuk menjadi evaluator yang baik dan jujur dengan memerikan penilaian yang menyentuh aspek intrinsik dan ekstrinsik. 


Download File ;
Tugas dan Fungsi Guru, klik di sini.
Peningkatan Kompetensi Guru, klik di sini.

Artikel Pendidikan : Tugas dan Peran Kepala Sekolah




 a.    Tugas Kepala Sekolah sebagai Pemimpin

Tidak semua kepala sekolah mengerti maksud kepemimpinan, kualitas serta fungsi-fungsi yang harus dijalankan oleh pemimpin pendidikan. Setiap orang yang memberikan sumbangan bagi perumusan dan pencapaian tujuan bersama adalah pemimpin, namun individu yang mampu memberi sumbangan yang lebih besar terhadap perumusan tujuan serta terhimpunnya suatu kelompok di dalam kerja sama mencapainya, dianggap sebagai pemimpin yang sebenarnya. Orang yang memegang jabatan kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan.


Menurut (Dirawat,  1986 : 80) tugas dan tanggungjawab kepala sekolah dapat digolongkan kepada dua bidang, yaitu:

1.    Tugas kepala sekolah dalam bidang administrasi dapat digolongkan menjadi enam bidang yaitu:

1)   Pengelolaan pengajaran Pengelolaan pengajaran ini merupakan dasar kegiatan dalam melaksanakan tugas pokok.
Kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan ini antara lain:
  • pemimpin pendidikan hendaknya menguasai garis-garis besar program pengajaran untuk tiap bidang studi dan tiap kelas, 
  • menyusun program sekolah untuk satu tahun, 
  • menyusun jadwal pelajaran, 
  • mengkoordinir kegiatan-kegiatan penyusunan model satuan pengajaran,
  • mengatur kegiatan penilaian, 
  • melaksanakan norma-norma kenaikan kelas, 
  • mencatat dan melaporkan hasil kemampuan belajar murid, 
  • mengkoordinir kegiatan bimbingan sekolah, 
  • mengkoordinir program non kurikuler, 
  • merencanakan pengadaan, 
  • memelihara dan mengembangkan buku perpustakaan sekolah dan alat-alat pelajaran.

2)    Pengelolaan kepegawaian
Termasuk dalam bidang ini yaitu menyelenggarakan urusan-urusan yang berhubungan dengan penyeleksian, pengangkatan kenaikan pangkat, cuti, perpindahan dan pemberhentian anggota staf sekolah, pembagian tugas-tugas di kalangan anggota staf sekolah, masalah jaminan kesehatan dan ekonomi, penciptaan hubungan kerja yang tepat dan menyenangkan, masalah penerapan kode etik jabatan.

3)    Pengelolaan kemuridan
Dalam bidang ini kegiatan yang nampak adalah perencanaan dan penyelenggaran murid baru, pembagian murid atas tingkat-tingkat, kelas-kelas atau kelompok-kelompok (grouping), perpindahan dan keluar masuknya murid-murid (mutasi), penyelenggaraan pelayanan khusus (special services) bagi murid, mengatur penyelenggaraan dan aktivitas pengajaran, penyelenggaran testing dan kegiatan evaluasi, mempersiapkan laporan tentang kemajuan masalah disiplin murid, pengaturan organisasi siswa, masalah absensi, dan sebagainya.

4)    Pengelolaan gedung dan halaman
Pengelolaan ini menyangkut usaha-usaha perencanaan dan pengadaan, inventarisasi, pengaturan pemakaian, pemeliharaan, rehabilitasi perlengkapan dan alat-alat material sekolah, keindahan serta kebersihan umum, usaha melengkapi yang berupa antara lain gedung (ruangan sekolah), lapangan tempat bermain, kebun dan halaman sekolah, meubel sekolah, alat-alat pelajaran klasikal dan alat peraga, perpustakaan sekolah, alat-alat permainan dan rekreasi, fasilitas pemeliharaan sekolah, perlengkapan bagi penyelenggaraan khusus, transportasi sekolah, dan alat-alat komunikasi,

5)    Pengelolaan keuangan
Dalam bidang ini menyangkut masalah-masalah urusa gaji guru-guru dan staf sekolah, urusan penyelenggaraan otorisasi sekolah, urusan uang sekolah dan uang alat-alat murid-murid, usaha-usaha penyediaan biaya bagi penyelenggaraan pertemuan dan perayaan serta keramaian.

6)    Pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat
Untuk memperoleh simpati dan bantuan dari masyarakat termasuk orang tua murid-murid, dan untuk dapat menciptakan kerjasama antara sekolah-rumah- dan lembaga-lembaga sosial.


2.    Tugas Kepala Sekolah Dalam Bidang Supervisi

Kepala Sekolah bertugas memberikan bimbingan, bantuan, pengawasan dan penilaian pada masalah-masalah yang berhubungan dengan teknis penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan pengajaran yang berupa perbaikan program dan kegiatan pendidikan pengajaran untuk dapat menciptakan situasi belajar mengajar. Tugas ini antara lain :
  • Membimbing guru-guru agar mereka dapat memahami secara jelas tujuan-tujuan pendidikan pengajaran yang hendak dicapai dan hubungan antara aktivitas pengajaran dengan tujuan-tujuan.
  • Membimbing guru-guru agar mereka dapat memahami lebih jelas tentang persoalan-persoalan dan kebutuhan murid.
  • Menyeleksi dan memberikan tugas-tugas yang paling cocok bagi setiap guru sesuai dengan minat, kemampuan bakat masing-masing dan selanjutnya mendorong mereka untuk terus mengembangkan minat, bakat dan kemampuannya.
  • Memberikan penilaian terhadap prestasi kerja sekolah berdasarkan standar-standar sejauh mana tujuan sekolah itu telah dicapai.

b.    Peran Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan

Penelitian tentang harapan peranan kepala sekolah sangat penting bagi guru-guru dan murid-murid. Pada umumnya kepala sekolah memiliki tanggung  jawab sebagai pemimpin di bidang pengajaran, pengembangan kurikulum, administrasi kesiswaan, administrasi personalia staf, hubungan masyarakat, administrasi school plant, dan perlengkapan serta organisasi sekolah. Dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan yang harus menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di sekolah dan apa yang dipikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. 

Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan mengembangkan hubungan kerja sama yang baik antara sekolah dengan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan lembaga-lembaga, saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat dan pentingnya peranan masing-masing, dan kerja sama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat dan mereka merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah. Kepala sekolah juga tidak saja dituntut untuk melaksanakan berbagai tugasnya di sekolah, tetapi ia juga harus mampu menjalin hubungan kerja sama dengan masyarakat dalam rangka membina pribadi peserta didik secara optimal.  Kepala sekolah dapat menerima tanggung jawab tersebut, namun ia belum tentu mengerti dengan jelas bagaimna ia dapat menyumbang ke arah perbaikan program pengajaran.

Cara kerja kepala sekolah dan cara ia memandang peranannya dipengaruhi oleh kepribadiannya, persiapan dan pengalaman profesionalnya, serta ketetapan yang dibuat oleh sekolah mengenai peranan kepala sekolah di bidang pengajaran. Pelayanan pendidikan dalam dinas bagi administrator sekolah dapat memperjelas harapan-harapan atas peranan kepala sekolah.

Menurut Purwanto, mengatakan bahwa seorang kepala sekolah mempunyai sepuluh macam peranan, yaitu : “Sebagai pelaksana, perencana, seorang ahli, mengawasi hubungan antara anggota-anggota, menwakili kelompok, bertindak sebagai pemberi ganjaran, bertindak sebagai wasit, pemegang tanggung jawab, sebagai seorang pencipta, dan sebagai seorang ayah.”  (Purwanto, 2004 : 65)

Untuk lebih jelasnya, maka penulis akan menguraikan peranan kepala sekolah sebagai pemimpin, sebagai berikut :

1)    Sebagai pelaksana (executive)
Seorang pemimpin tidak boleh memaksakan kehendak sendiri terhadap kelompoknya. Ia harus berusaha memenuhi kehendak dan kebutuhan kelompoknya, juga program atau rencana yang telah ditetapkan bersama

2)    Sebagai perencana (planner)
Sebagai kepala sekolah yang baik harus pandai membuat dan menyusun perencanaan, sehingga segala sesuatu yang akan diperbuatnya bukan secara sembarangan saja, tatapi segala tindakan diperhitungkan dan bertujuan.

3)    Sebagai seorang ahli (expert)
Ia haruslah mempunyai keahlian terutama yang berhubungan dengan tugas jabatan kepemimpinan yang dipegangnya.

4)    Mengawasi hubungan antara anggota-anggota kelompok (contoller of internal relationship)
Menjaga jangan sampai terjadi perselisihan dan berusaha mambangun hubungan yang harmonis.

5)    Mewakili kelompok (group representative)
Ia harus menyadari, bahwa baik buruk tindakannya di luar kelompoknya mencerminkan baik buruk kelompok yang dipimpinnya.

6)    Bertindak sebagai pemberi ganjaran / pujian dan hukuman.
Ia harus membesarkan hati anggota-anggota yang bekerja dan banyak sumbangan terhadap kelompoknya.

7)    Bertindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and modiator)
Dalam menyelesaikan perselisihan atau menerima pengaduan antara anggota-anggotanya ia harus dapat bertindak tegas, tidak pilih kasih atau mementingkan salah satu anggotanya.

8)    Pemegang tanggung jawab para anggota kelompoknya
Ia haruslah bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan anggota-anggotanya yang dilakukan atas nama kelompoknya.

9)    Sebagai pencipta/memiliki cita-cita (idiologist)
Seorang pemimpin hendaknya mempunyai kosepsi yang baik dan realistis, sehingga dalam menjalankan kepemimpinannya mempunyai garis yang tegas menuju kearah yang dicita-citakan.

10)     Bertindak sebagai ayah (father figure)
Tindakan pemimpin terhadap anak buah / kelompoknya hendaknya mencerminkan tindakan seorang ayah terhadap anak buahnya.
Apabila kita meneliti lebih lanjut, maka dapat kiranya apa yang dikemukakan oleh Bapak Pendidikan kita “Ki Hadjar Dewantara”, mengatakan bahwa pemimpin yang baik haruslah menjalankan peranan seperti : Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Ing Tut Wuri Handayani. 


Daftar Pustaka

Dirawat, dkk, 1986, Pengantar Kepemimpinan Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional.
Purwanto Ngalim, 2002, Administrasi Dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Artikel Pendidikan : Pengertian Guru Profesional



Pengertian Guru - Dalam proses belajar mengajar guru adalah orang yang memberikan pelajaran. Dalam kamus bahasa Indonesia, guru diartikan “orang yang kerjanya mengajar”. (Purwanarminta, 1984: 335) Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan serta dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan”. 

(Sardiman, 2001:123)  Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun secara klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah” (Djamarah, 1994:33). Pada  sisi lain , Djamarah berpendapat “guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal di sekolah maupun di luar sekolah” (Djamarah, 2000:32).

Latar belakang pendidikan seorang guru dari guru lainnya terkadang tidak sama dengan pengalaman pendidikan yang pernah dimasuki selama jangka waktu tertentu. Perbedaan latar belakang pendidikan akan mempengaruhi kegiatan guru dalam melaksanakan kegiatan interaksi belajar mengajar. Tetapi, karena banyaknya guru   yang dibutuhkan di madrasah-madrasah maka latar belakang pendidikan seseorang seringkali tidak dipertimbangkan..

Kompetensi Guru
 
“Kompetensi berasal dari bahasa inggris, yakni “Competency” yang berarti kecakapan, kemampuan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu” (Djamarah, 1994 : 33).

Kalau kompetensi berarti kemampuan atau kecakapan, maka hal ini eratkaitannya dengan pemilikan pengetahuan, kecakapan atau keterampilan sebagai guru. Dengan demikian, tidaklah berbeda dengan kemampuan kompetensi yang dikemukakan oleh abdul kadir Munsyi (1994 : 33).Yang mengatakan bahwa “Kompetensi sebagai suatu tugas yang memadai atau memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang”.  


Terkait dengan pendapat di atas, Ametembun (1994 :33) megemukakan bahwa “Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun luar sekolah”. Ini berarti bahwa seorang guru, minimal harus memiliki dasar-dasar kompetensi sebagai wewenang dan kemampuan dalam menjalankan tugas. Berdasarkan uraian di atas, dapatlah dipahami bahwa kompetensi guru merupakan suatu kemampuan yang mutlak dimiliki oleh seorang guru, baik dari segi pengetahuan, keterampilan dan kemampuan serta tanggung jawab terhadap murid-murid yang di asuhnya,sehingga tugasnya sebagai seorang pendidik dapat terlaksana dengan baik.

Untuk mendapat pengertian dan pengetahuan mengenai kompetensi guru ini, pembahasan berikut akan membahas sepuluh kompetensi propesional guru yang harus dimiliki dan bahkan dikuasi dalam dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai pengajar. Pengertian Guru

Dalam hal inilah guru perlu mengetahui dan memahami kompetensi sebagai guru dengan segala seluk beluknya. Kompetensi guru yang dikatan sebagai modal dalam pengelolaan pendidikan dan pengajaran banyak macamnya. Secara garis besar dapat di lihat dari dua segi yaitu dari segi kompetensi pribadi dan dari kompetensi professional. Adapun macam-macam kompetensi tersebut ialah:
  1. Mengembangkan kepribadian
  2. Berintraksi dan berkomunikasi
  3. Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan
  4. Melaksanakan administrasi sekolah
  5. Melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran
  6. Menguasi landasan kependidikan
  7. Menguasi bahan pengajaran
  8. Menyusun program pengajaran
  9. Melaksanakan program pengajaran
  10. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan (Usman, 1999: 16).

Dafta Pustaka, ;

Purwadarmintly, W.J.S., 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
Djamarah, S.B., 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Surabaya.Usahan Nasional.
Sardiman, 2001 Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. Rajawali
Usman. U.M, 2004.Menjadi Guru Profesional.  Bandung. Remaja Rosdakarya.

Artikel Pendidikan : Kompetensi Profesionalisme Guru



  
A. Proses Belajar Mengajar

Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungna prses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antar guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada siswa yang sedang belajar.


Proses belajar-mengajar mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas daripada pengertian mengajar. Dalam proses belajar-mengajar tersirat adanya satu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua kegiatan ini terjalin interaksi yang saling menunjang.

Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian khusus untuk melakukankegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalabi sebagai guru profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendiikan tertentu.

Proses dalam pengertiannya di sini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar-mengejar yang satu sama lainnya saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Yang termasuk komponen belajar-mengajar antara lain tujuan instruksional yang hendak dicapai, materi pelajaran, metode mengajar, alat peraga pengajaran, dan evaluasi sebagai alat ukura tercapai-tidaknya tujuan.

Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Seseorang setelah mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Kriteria keberhasilan dala belajar di antaranya ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar.

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat tergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang bersifat unik, tetapi sederhana. Dikatakan unik karena hal itu berkenaan dengan manusia yang belajar, yakni siswa, dan yang mengajar, yakni guru, dan berkaitan erat dengan manusia di dalam masyarakat yang semuanya menunjukkan keunikan. Dikatakan sederhana karena mengajar dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, mudah dihayati oleh siapa saja. 

Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar-mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, yang menunjang kegiatan belajar-mengajar.

B. Peran Guru dalam PBM

Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apalagi bagi suatu bangsa yang sedang membangun, terlebih-legih bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan perjalanan zaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamik untuk dapat mengadaptasi diri.

Semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semkin terjamin tercipta dan terbinanya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia pembangunan. Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa di masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kin, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengna citra para guru di tengah-tengah masyarakat.

Sejak dulu, dan mudah-mudahan sampai sekarang, guru menjadi panutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid di ruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Sebagaimanyang tela dikemukakan di atas, perkembangan baru terhadap pandangan belajar-mengajar konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranan dan kompetensinya karena proses belajar-mengajar dan hasil belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal.

Peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar-mengajar meliputi:

1. Guru Sebagai Demonstrator

Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau mengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukanhasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya agar apa yang disampaikannya betul-betul dimiliki oleh anak didik.

Juga seorang guru hendaknya mampu dan terampil dalam erumuskan TPK, memahami kurkulum, dan dia sendiri sebagai sumber belajar terampil dalam memberikan informasi kepada kelas. Sebagai pengajr ia pun harus membantu perkembangan anak didik untuk dapat menerim, memahmi, serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu guru hendaknya mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan. Akhirnya seorang guru akan dapat memainkan peranannya sebagai pengajar dengan baik bila ia menguasai dan mampu melaksanakan ketrampian-keterampilan mengajar yang dibahas pada bab selanjutnya.

2. Guru Sebagai Pengelola Kelas

Dalam perannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dengan mencapai tujuan.

Kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas tergantung pada banyak faktor, antara lainialah guru, hubungan pribadi antara siswa di dalam kelas, serta kondisi umum dan suasana di dalam kelas.

Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk meperoleh hasil yang diharapkan.

Sebagai manajer guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing proses-proses intelektual dan sosial di dalam kelasnya.

3. Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator

Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demikian maka pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang media pendidika

Bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya agar guru dapat menciptakan secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik, mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan yang positif dengan para siswa.

Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan peoses belajar-mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar.

4. Guru Sebagai Evaluator

Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, akan kita ketahui bahwa setiap jenis pendidikan tau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan orang selalu mengadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidikan.

Demikian pula dalam satu kali proses belajar-mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yangtelah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.

Dengan penilaian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar. Tujuan lain dari penilaian di antaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian guru dapat mengklasifikasikan apakah seorang siswa termasuk kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup baik di kelasnya jika dibandingkan dengan teman-temannya.

C. Kompotensi Profesionalisme Guru

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (WJS Purwadarminta) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan.

Adapun kompetensi guru adalah the ability of teacher to responsibility perform has or her duties oppropriately. Kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak.

Dengan gambaran pengertian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.

Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah oran gyang tidak terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalamn yang kaya di bidangnya.

Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kependidikan seperti yang tercantum dalam kompetensi guru yang profesional.

Terdapat banyak pendapat tentang kompetensi yang seharusnya dikuasai guru sebagai suatu jabatan profesional. Ada ahli yang menyatakan ada sebelas kompetensi yang harus dikuasai guru, yaitu:

  1. Menguasai bahan ajar,
  2. Menguasai landasan-landasan kependidikan,
  3. Mampu mengelola program belajar mengajar,
  4. Mampu mengelola kelas,
  5. Mampu menggunakan media/sumber belajar lainnya,
  6. Mampu mengelola interaksi belajar mengajar,
  7. Mampu menilai prestasi peserta didik untuk kepentingan pengajaran,
  8. Mengenal fungsi dan program pelayana bimbingan dan penyuluhan,
  9. Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah,
  10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran, dan
  11. Memiliki kepribadian yang tinggi.

Uzer Usman (1995) mengajukan jeniskompetensi yang agak berbda bagi guru. Kompetensi guru dibagi menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompotensi profesional. Kompotensi pribadi mencakup:

  1. Kemampuan mengembangkan kepribadian, 
  2. Kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, 
  3. Kemampuan bimbingan dan penyuluhan,
  4. Kemampuan yang terkait dengan administrasi sekolah, serta 
  5. Kemampuan melaksanakan penelitian sederhana. Kompetensi profesional mencakup: 
  • Menguasai landasan kependidikan, 
  • Menguasai bahan pengajaran, 
  • Mampu menyusun program pengajaran, 
  • mampu melaksanakan program pengajaran, serta 
  • mampu menilai hasil dan proses belajar mengajar.


Masih ada ahli yang juga mengajukan pendapat tentang kompetensi yang seharusnya dikuasai oleh guru. Namun jika dipadukan dan disederhanakan, kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh guru dapat dikelompokkan menjadi:

  1. Penguasaan tentang wawasan pendidikan,
  2. Penguasaan bahan ajar,
  3. Penguasaan terhadap proses belajar mengajar,
  4. Penguasaan terhadap evaluasi belajar,
  5. Penguasaan terhadap pengembangan diri sebagai profesional

Tentang keempat hal ini bisa dijelaskna sebagai berikut: wawasan pendidikan mencakup pemahaman terhadap: 

  1. Hakekat manusia, masyarakt dan kaitannya dengan pendidikan, 
  2. Landasan pendidikan ditinjau dari sudut filosifi, psikologi, sosiologi, dan ekonomi, 
  3. Hakekat peserta didik, 
  4. Hakekat proses belajar mengajar, 
  5. Lembaga pendidikan, dan 
  6. Sistem pendidikan nasional. 

Penguasaan bahan ajar tentunya terkait dengan isi mata pelajaran yang diasuh oleh guru. Namun demikian perlu dipahami bahwa guru tidak cukup menguasai materi ajar seperti yang tercantum dalam kurikulum sekolah, tettapi juga materi “di atasnya” yang menjadi payung materi yang bersangkutan.

Penguasaan terhadap proses pembelajaran mencakup kemampuan dalam: 

  1. Mengalisis karakteristik peserta didik,
  2. Merancang proses belajar mengajar yang sesuai dengan materi ajar dan karakteristik peserta didik,
  3. Melaksanakan proses belajar mengajar yang kondusif bagi peserta didik utnuk belajar, serta 
  4. Memilih dan mengambangkan media dan sumber belajar lainnya.


Penguasaan terhadap evaluasi belajar mencakup kemampuan dalam 

  1. Menguasai konsep evaluasi belajar, 
  2. Memilih dan mengembangkan metode evaluasi yang sesuai dengan tujuan belajar, 
  3. Mengembangkan instrumen dan alat evaluais belajr lainnya
  4. Melaksanakan evaluasi belajar sesuai rancangannya, serta 
  5. Mampu menganalisis hasil evaluasi untuk kepentingan peningkatan mutu proses belajar mengajar.


Penguasaan terhadap pengembangan diri sebagai guru profesional mencakup kemampuan dalam: 

  1. Memahami guru sebagai suatu profesi beserta ciri-cirinya,
  2. Memahami kompetensi dan kepribadian yang seharusnya dimiliki oleh guru, 
  3. Memahami tantangan guru sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, 
  4. Memahami konsep pengembangan diri, serta 
  5. Memahami cara-cara mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan jabatan sebagai guru profesional.

Daftar Pustaka

Hamzah.B.Uno.2008Profesi,Problema,Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Cett.II. Jakarta:Pt.Bumi Aksara

Kunandar.2007. Guru Profesional, Implementasi Kurikulm Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikat Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Mulyasa, E.2007.Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran yang kreatif dan Menyenangkan. Cet VI. Bandung: Rosadakarya

Nurhalda Rudito. 1986. Desain Instruksional.Jakarta:P3G Depdikbud

Oemar Hamalik.2008.Pendidikan guru, Berdasarkan pendekatan kompetensi, Cet V.Jakarata:PT. Bumi Aksara

PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Puwardaminta,WJS.1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarata:Balai Pustaka

Rostiyah.1989.Masalah masalah ilmu Keguruan, Jakarta: Bina Aksara

UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jkarta: Sinar Grafika

UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen